entah

No 74-93 No 54-73 Semua (balik urutan) |

Rin@Rin : 2008-01-23 17:43:21 UTC+0000
Tulisan di bawah ini adalah terjemahan dari http://netlurker.blogspot.com/2008/01/dan-brown-principle.html

Prinsip Dan Brown

"Buatlah 3 karya biasa-biasa saja baru yang bagus, yang terjual jadi 4"

Tentu saja kalau bisa sih buat 7 buku bagus jadi sekalian bisa buat beberapa yang ga penting, macam Joanne Rowling. Sayangnya sih pikiran kreatif tidak selalu bisa berjalan.

Terus, bagaimana kalau adanya cuma 1 ide hebat dan beberapa yang biasa-biasa? Lakukanlah seperti Brown! Jadinya kan sekalian bisa melatih ilmu tulis-menulis untuk mempersiapkan diri membuat satu karya besar itu, atau malah *beberapa*.
Rin@Rin : 2008-02-03 14:47:25 UTC+0000
Sebenarnya hal ini pernah dibahas di buku pelajaran Bahasa Indonesia kelas III SMA dan selain itu bahkan pernah ku tulis antara lain di >>48, tapi karena kelihatannya banyak yang antara: tidak tahu, tidak peduli, atau bahkan memilih tidak mengikuti, maka mungkin ada baiknya kutulis saja di sini, toh selain itu ada permintaan juga.


Perhatikan kalimat2 berikut:
1. Rumah ini mau dijual.
2. Pencuri itu berhasil ditangkap polisi.

Berasa ada yang aneh? Harusnya sih tidak (karena kalau sudah berasa maka tidak ada gunanya ini ditulis). Di kalimat pertama, sebenarnya yang mau tentunya bukan rumahnya, tapi penggunaan "rumah ini mau" menandakan bahwa yang berkehendak adalah rumahnya, jadi bukankah itu aneh? Di kalimat kedua, sebenarnya yang mempunyai keberhasilan adalah polisinya, bukan pencurinya, tapi karena bentuknya seperti itu, seolah-olah pencurinya yang berhasil.

Waktu itu sih, saat pelajaran ini diberikan ke murid-murid banyak yang protes, alasannya karena "toh sudah biasa demikian". Ini keberatan jenis pertama, yang pada dasarnya adalah perdebatan antara *prescriptive vs descriptive grammar*, yaitu apakah suatu tata bahasa merupakan aturan yang harus ditaati atau hanyalah penjelasan cara orang memakainya, jadi tidak harus ditaati. Saya sendiri lebih cenderung ke yang *prescriptive* karena kalau aturan diubah seenaknya oleh masyarakat, berarti itu kan main hakim sendiri. Yang berhak mengubah aturan sebenarnya kan antara: masyarakat dengan suara bulat atau pihak berwenang. Karena kalau aturan itu diubah seenaknya, bagaimana cara orang lain tahu aturan mana yang berlaku? Agar aturan itu dapat ditaati oleh semua pihak, tentunya harus secara resmi diberlakukan.

Di tempat lain ada yang memberikan pandangan bahwa penggunaan kata "mau" itu bukanlah kata kerja, melainkan kata kerja pendamping (auxiliary verb) yang fungsinya adalah menandakan *aspect* dari kalimat itu. Entah aspect itu bahasa Indonesia apa, tapi secara praktis maksudnya secara khusus terhadap kata "mau" adalah bahwa mau itu menandakan masa depan yang artinya adalah "akan". Dalam kalimat seperti "dia sudah sekarat dan mau mati", pendapat ini bisa diterima, tapi dalam kalimat di atas ini tidak bisa diterima karena 2 alasan:
1. toh ada yang memang "mau", yaitu pemiliknya, jadi sepertinya ini gabungan dari: topicalisation + subject dropping + incorrect correction. Maksudnya adalah terjadi perubahan yang melalui 3 tahap, yaitu:
- mula2: "Saya mau menjual rumah ini"
- topicalisation: "Rumah ini saya mau jual" (imbuhan me- lesap)
- subject dropping: "Rumah ini mau jual"
- karena bentuk tadi ada obyek dan kata kerja, maka obyek dijadikan subyek dan bentuknya dijadikan pasif, jadinya: "Rumah ini mau dijual"
2. orang biasanya bisa menyatakan masa depan itu kalau bukan karena "biasanya terjadi demikian" berarti "karena memang direncanakan". Kalau kita mau berpendapatan bahwa "mau" menandakan masa depan, berarti harusnya karena biasanya demikian, tapi tentunya hal ini tidak berlaku di sini, jadi balik lagi ke "rencana/kehendak", dan itu sudah dijabarkan di atas.

Selain segala yang di atas, yang saya tidak setuju ada satu lagi, yaitu: kalaupun kita anggap bahkan satu saja dari kedua pendapat di atas adalah benar, yaitu bahwa: "toh semua begitu" atau "mau di sini tidak menyatakan kehendak, tapi masa depan", berarti kita menghadapai masalah *ketidakpastian arti*, ambiguitas. Misalnya kalimat tadi: "Pencuri itu berhasil ditangkap polisi," lalu kita anggap bahwa yang berhasil itu polisi karena tidak wajar bahwa yang ditangkap itulah yang berhasil, lalu kalau mau menyatakan bahwa yang ditangkap itu memang *berhasil* karena dia memang berrencana untuk ditangkap? Mungkin aneh tapi di cerita tentang mata-mata itu sangatlah mungkin (atau misalnya di *Prison Break*, tapi karena saya tidak menontonnya jadi kurang tahu). Lalu kalau orang mengatakan: "Saya mau dihukum," maka seturut dengan aturan umum (yang saya tidak suka) ini biasanya maksudnya bahwa ada yang mau menghukum dia (atau dia akan menjalani hukuman), padahal secara harafiah kan artinya bahwa dia berkehendak untuk dihukum, lalu bagaimana kalau misalnya dia memang demikian? Misalnya dia insyaf jadi memilih untuk dihukum, seperti para peri rumah di cerita Harry Potter, atau mungkin memang punya kelainan....
Rin@Rin : 2008-02-07 08:27:28 UTC+0000
diacu: >>[yuku/925]
Terjemahan bahasa Jepang dari suatu lagu terkenal:

*雲上の国*

君の顔の影で
昔から探してた
愛と命を
見つけた

僕に来てくれて
純情な心を贈った
自分の中の願望を
いつもに習ってみる

演じてくれた
雲上の国の曲を
お城が平和である国
そして今あそこへ乗せている

君の心には愛の言葉がいっぱいある
悲しみにも喜びにもはっきり現れる
Rin@Rin : 2008-02-07 08:28:19 UTC+0000
Yang ini bahasa Inggrisnya:

*A Land on the Clouds*

In the shade of your face
I have found love and life
That for long have I been looking for
In the time long gone

You came to me
and offered me such a naïve heart
always trying to learn
the desire in the self

You performed for me
A song about a land on the clouds
Where peace become its castle
And now you are taking me there

And lo! Your heart is full words of love
That are clearly revealed both in joy and sadness
Rin@Rin : 2008-02-13 08:42:57 UTC+0000
diacu: >>79
Iseng:
Þis is þe way Engliʃ ʃould be written!
1peH@Rin : 2008-02-14 09:47:36 UTC+0000
diacu: >>80
>>78
Wah pakai bahasa kuno yah!
Rin@Rin : 2008-02-14 12:05:34 UTC+0000
diacu: >>81
>>79
Engga ko, pakai *Modern English*.
1peH@Rin : 2008-02-14 16:49:12 UTC+0000
diacu: >>82
>>80
Maksudku huruf kuno.
Rin@Rin : 2008-02-15 07:22:00 UTC+0000
>>81
Oh maksudnya itu. Hm... ga juga sih:
Yang Þ, þ itu emang huruf kuno
Yang Ʃ, ʃ itu sebenarnya huruf baru, dari 1847

Keterangan lebih lanjut, silahkan buka Wikipedia: di "Thorn (letter)" dan "Esh (letter)"
^^
Rin@Rin : 2008-02-21 12:04:52 UTC+0000
>>77 diterjemahkan lagi deh, sekaligus mengubah beberapa:

*A Land on the Clouds*

In the shade of thy face
I found love and life
That for long have I been searching for
Through time long gone

Thou cam'st to me
And offer'dst me a heart so pure
Always triest to learn
the desire in the self

Thou perform'dst for me
A song about a land on the clouds
Where peace become its castle
And now thou art taking me thither

And lo! Thy heart is brimming with words of love
That are clearly revealed both in joy and sadness
Rin@Rin : 2008-02-21 12:17:02 UTC+0000
Iseng ah, menerjemahkan >>[yuku/894]
Diterjemahkan dengan "gaya" yang sama dengan yang di atas.

Oh, when the old sun is tired of sparking
Oh, when the flirty moon refuses to smile
Wrinkling, no cheerfulness
Blundering, creeping in the dark

Black now
Black after
This darkness
Will it change?

And ye little candles
Can ye spark?
Can ye give
A streak of light?
Rin@Rin : 2008-03-06 07:10:11 UTC+0000
*Salah siapa?*

Si A punya masalah dengan seseorang di kantornya, kita sebut saja orang ini si B. Si B ini sebenarnya OM, tapi harusnya dia tidak akan baca ini sih....

Kasus 1:
A dan B perlu menghubungi seseorang di Jakarta, sebut saja si C, tapi baik A dan B tidak tahu nomor telepon y.b.s. maupun nomor kantornya. Akhirnya si C telepon dan si B menanyakan nomor teleponnya lalu akhirnya tau dan dicatat. Sampai segini beres.
Esoknya, si A perlu menghubungi si C, karena itu A bertanya pada B, tapi:
B: (sambil tertawa) Ga tahu.
A: Loh? Bukannya kamu kemarin catat?
B: Harusnya kamu yang catat.
A: Kemarin kan kamu udah catat.
B: Ga ada.
A: Ko ga ada? Udah dibuang?
B: Iya

Padahal B bukan ga ada urusan dengan C sama sekali. Catatannya sendiri ditaruh di mejanya, jadinya ya A juga tidak bisa sembarangan ambil. Memang sih A harusnya mencatat juga, tapi itu kan catatan yang umurnya baru sehari, masa udah dibuang?
Salah siapa?

Kasus 2:
Akhirnya C menelepon lagi dan B kembali menanyakan nomornya. Lalu terjadilah B perlu menghubungi C (nah kan B jg ada urusan). Jadi B mencoba menelepon C. Aku tidak ingat persis bagaimana B mencatat nomornya, tapi kayanya sih: 62816******. B langsung memasukkan nomor itu ke telepon, tapi begitu 8 nomor ditekan, telepon langsung mulai menyambung, kayanya sih karena 8 nomor pertama adalah nomor telepon di Singapura yang sah. B bingung kenapa, jadi A bilang bahwa itu nomor Indonesia jadi perlu diawali IDD code (saat itu A tidak tahu IDD codenya), tapi walau sudah mendengar ini, si B diam saja dan mencoba lagi memasukkan nomor tadi, tentunya terulang lagi kejadian setelah 8 nomor langsung mulai menyambung. B langsung memutuskan telepon dan bingung2 sambil bilang nomornya salah. A berusaha turun tangan jadi bertanya nomor IDD di Singapura apaan, tapi B diam saja. Akhirnya kembali C menelepon dan kepadanya si B bilang nomornya salah dan bertanya lagi.
Salah siapa?

Kasus 3:
Untuk keperluan kerja, A perlu menyambungkan suatu alat dengan komputer. Sambungannya pakai USB, kabel, dan adapter; yah harusnya tahu kan ya? Setelah beberapa lama, A selesai melaksanakan tugasnya tapi karena tidak yakin maka kabel dibiarkan saja dulu di sana, maksudnya agar jika setelah diuji ada kesalahan maka bisa langsung dicolok lagi dan dibetulkan. Sebelum A yakin benar bahwa kerjaannya beres, B mulai protes:
B: Ini punyamu? Jangan taruh sini dong!

Kabel tersebut tentunya milik kantor, bukan milik A, tapi B memerlakukannya seolah-olah A sudah "mengotori" kantor dengan meletakkan milik pribadinya sembarangan. Apa wajar? Apalagi mengingat bahwa A belum menyimpannya lagi karena mungkin masih diperlukan.
Salah siapa?
Kelvin@Rin : 2008-03-07 06:29:03 UTC+0000
diacu: >>87
klo mnurut ku yang salah B semua..
(hanya mencoba menjawab)
Rin@Rin : 2008-03-10 07:59:05 UTC+0000
>>86
Justru bagus dong dijawab, kalau tidak ada komentar kan sedih. :(

Denger2 sih orang Singapura tuh kalau kerja dan job desc.-nya bilang A, B, C, maka mereka ga mau bertanggung jawab terhadap (A+B+C)', tapi... ga tau deh ya. Rasanya dalam hal ini bukannya "tidak peduli" tapi lebih ke arah "berusaha mengganggu kerjaan orang lain". :(
Rin@Rin : 2008-03-12 04:53:27 UTC+0000
diacu: >>89
Bingung nih, dulu banget taunya Caltex itu perusahaan "TEXtile", abis itu katanya itu nama universitas, tapi terakhir taunya itu perusahaan minyak.
Yang bener apa sih? :(
f_u@Rin : 2008-03-12 09:59:24 UTC+0000
diacu: >>90 >>102
>>88
perusahaan minyak dan tambang cenderung low profile,... di jkt sini kantor2 perusahaan minyak asing hampir ga ada yang pasang papan nama gede... (padahal kantornya gede2 juga)

emang ada kok perusahaan minyak namanya caltex, yang logonya bintang itu kan...
Rin@Rin : 2008-03-12 13:24:24 UTC+0000
diacu: >>91
>>89
Ya emang ada, terus hubungannya dengan low profile apa?

Dan masalah utama tidak terjawab....
Rin@Rin : 2008-03-12 13:33:54 UTC+0000
diacu: >>92
>>90
Yah intinya makin ga ngerti, gitu....
f_u@Rin : 2008-03-13 13:35:19 UTC+0000
diacu: >>93
>>91
intinya mereka tidak mau dikenal publik, maka kita tidak (begitu) kenal...
Rin@Rin : 2008-03-15 15:53:03 UTC+0000
>>92
Hubungannya? ^^;;;;

 

Kau akan ngepos secara anonim! Boleh2 aja sih, bahkan tulis nama dan sembarang paswod pun boleh. Tapi kalo mau daftar, klik daftar

Nama Pwd gp jsp (nol lima)+(satu tuju)= +img +coret

 

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|