entah

No 35-850 No 15-34 Semua (balik urutan) |

Rin@Rin : 2007-11-23 16:50:49 UTC+0000
Ada banyak tujuan orang menyatakan sesuatu ke orang lain dalam bentuk tertulis, contohnya ya... undangan....

Tapi ada beberapa hal yang kalau muncul di tulisan membuat saya sangat benci tulisan itu, antara lain: (hanya menyangkut tulisan bahasa Indonesia)
- Penggunaan kata-kata bahasa asing seperti "please" dan "sorry" atau yang lebih parah lagi: "plis" dan "sori" (atau "plis dong ah")
- Penggunaan kata-kata bahasa Inggris yang sebenarnya punya padanan dalam bahasa Indonesia dan juga merupakan kata yang "baru", yaitu bukan sudah dari dulu masuk, apalagi kalau bentuk aslinya atau padanan bahasa Indonesianya sangat *jauh lebih mudah dimengerti*, contoh: *presaposisi*, padahal lebih mudah mengerti *presupposition* dan *prasangka*
- Penggunaan kata-kata seperti "rubah" seperti pada contoh: "rubahlah bentuk ini...." atau "merubah A menjadi B"
- Lebih sering memisah imbuhan dibanding tidak, contoh: "di jual", "di tolak"
- Menggunakan bentuk "mau di-" di saat dimaksud adalah "mau me-", apalagi kalau dibarengi penggunaan di atas, contoh: "Saya *mau di bunuh* oleh dia"
- Menggunakan "kita" di saat yang dimaksud adalah "kami", soalnya saya kan tidak ada urusan dengan kalian kenapa harus diikutsertakan....

Tentu saja, kalau tulisan ini tidak menyangkut saya, maka tidak ada masalah bagi penulis, tapi kalau tulisan ini menyangkut saya, misalnya, ya balik lagi ke yang tadi, undangan, maka saya merasa tidak harus menjawab.
Apakah cuma saya yang merasa seperti ini? :S
yuku@Rin : 2007-11-24 06:50:09 UTC+0000
diacu: >>38
>>35
Wah, ternyata mu sebagai orang Jakarta (semoga ga salah), merasa
benci juga dengan pemakaian kami dan kita yang salah yah.
Dulu kagalah ada yang bilang, orang yang pake "kita" untuk maksud
"kami" itu karena di Jakarta istilahnya begitu.
Sama, ku juga suka ga seneng dengan istilah "kita" yang salah,
alasannya juga sama, ga ada urusan kenapa diikutsertakan...

Di lembar doa grii:
"Tulislah nama-nama dibawah ini untuk
di doakan dan di undang oleh anda"
Hebat, satu kalimat tiga salah.
Rin@Rin : 2007-11-26 18:54:57 UTC+0000
>>36
Memang orang Jakarta dan ga suka, itu benar, tapi ini baru pertama kali mendengar ada orang yang bilang gitu. Hebat juga, mendengar tentang orang Jakartanya sampai harus di Singapura oleh orang Bandung....

Contoh percakapan yang jadi aneh:
A: "Pak, gini, kita kan abis buat salah...."
B: "Eit, nanti dulu, yang buat salah kan cuma kalian, saya ga ikutan!"

Berhubung tulisannya:
"Tulislah nama-nama dibawah [sic] ini untuk
di doakan [sic] dan di undang [sic] oleh anda"

apa artinya di bawahnya ada nama dan orang2 diminta menulis nama itu?
Ko aneh sih? Apa maksudnya? Sepertinya ada masalah selain 3 kesalahan tulis di atas.... :(

Apakah maksudnya:
"Tulislah nama2 yang anda ingin doakan dan undang di bawah ini"?
Kelvin@Rin : 2007-11-27 10:14:22 UTC+0000
diacu: >>41
>>35
iya bener juga sih..dasar..prof. bahasa Rin
wkwkwkwkwkk..
ya tapi yang memisahkan imbuhan itu gak selalu kok..
hehehehe cuma ngasih fakta aja ..^^
Rin@Rin : 2007-11-27 15:23:22 UTC+0000
diacu: >>42 >>46
>>39
Yang bener itu "yang ingin anda" atau "yang anda ingin" sih? :S
Kalau yang kedua, ko aneh subyeknya setelah predikat.... Kepengaruh Belanda kali ya....

>>40
Jurusan bahasa tuh gelarnya apa ya? x.Sci? x.Lit? (ganti x dengan huruf yang sesuai....)
Memang ga selalu, tapi jauh lebih sering dipisah daripada disambung, jadi entah masalahnya di mana.... (yang pasti saya ga bilang "semua" di atas, tapi "lebih sering")
yuku@Rin : 2007-11-27 16:01:07 UTC+0000
diacu: >>43 >>45 >>46
>>41
Betul yang pertama.
Jadi tiap kali ku denger orang ngomong misalnya,
"apa sih yang dia ingin katakan?"
cukup merasa aneh.
Lebih normal, "apa sih yang ingin dia katakan?"

Nah, ada yang lebih parah lagi, ada juga orang yang bilang,
"apa sih yang dia ingin mengatakan?" (mungkin dikira dia lebih baku).

Kalo dipikir2, ini mirip juga dengan pelajaran bahasa Inggris,
mana yang betul
"I wonder what is he saying"
atau
"I wonder what he is saying"
asa@Rin : 2007-11-27 16:08:40 UTC+0000
>>42
kalo kita kadang bingung dengan bahasa inggris si wajar2 ajah yah
karna itu bukan bahasa ibu kita

tapi kalo bahasa indo kan uda belajar dari kecil, harusnya ga salah dong
menurut leknot language puzzle
kita tau aturan2 bahasa ibu kita tanpa sadar, jadi bisa otomatis kuar yg bener
tapi kalo bahasa asing kita ga tau aturan2nya

mungkin orang yang ngomong indonya kacau ga sering pake bahasa indo yah
lebi sering pake bahasa daerahnya sendiri :D
1peH@Rin : 2007-11-28 09:44:18 UTC+0000
diacu: >>46
>>42
"I wonder what he is saying"
Kalu "is" didulukan itu spt kal tanya.
Rin@Rin : 2007-11-28 12:43:33 UTC+0000
Menjawab >>42 dan sejalan dengan >>45
Kalau yg pertama itu seharusnya tanda bacanya (setelah membuang 2 tanda kutip di ujung kalimat):
I wonder, "What is he saying?"
Jadi kalau tanda bacanya begini, urutan katanya tepat. Dalam percakapan tanda komanya akan muncul sebagai jeda.

Sebenarnya tadi >>41 tuh maksudnya yang "pertama" bukan "kedua", tapi ya sudahlah....

Lebih lanjut tentang urutan: anda, ingin, dan katakan.
Dalam kalimat sederhana (dan baku), kan jadi: "Anda ingin mengatakan...."
Sebagai anak kalimat yang dipisahkan oleh "yang", maka tadi kan katanya jadi: "... yang ingin anda katakan...."

Untuk yang pertama polanya: S V1 V2
Untuk yang kedua polanya jadi: V1 S V2

Jadi subyeknya diapit oleh kedua kata kerja. Ko jadi aneh, ya? Aneh karena rasa-rasanya tidak pernah ada guru yang bilang bahwa subyek dalam bahasa Indonesia bisa muncul setelah predikat dan dari pengamatan biasanya subyek setelah predikat hanya muncul di akhir kalimat karena dia sempat "dipecat" dari posisinya di awal.
Rin@Rin : 2007-11-28 14:29:39 UTC+0000
Kayanya yang bener tetep:
"apa sih yang dia ingin katakan?"

Ini masih berhubungan dengan pola macam:
"Saya mau dibunuh." (yang sudah saya sebut di >>35)

Kayanya orang Indonesia udah terlalu banyak terbolak-balik deh, jadi artinya harus "ditebak" dan ga bisa "diterjemahkan" saja.

Bandingkan:
"Siapa yang mau saya kasih uang?"
"Siapa yang saya mau kasih uang?"

Kalau "mau" dulu baru "subyek", berarti yang mau itu adalah yang datang sebelum kata "mau", dan yang setelah "mau" menjadi anak kalimat di bawahnya, jadi kalimatnya ada 3 tingkat.
Sedangkan kalau "subyek" dulu baru "mau", berarti yang mau adalah si subyek, dan hanya ada 2 tingkat kalimat di sini.

Jadi dengan contoh di atas:
"Siapa yang mau saya kasih uang?"
- "Saya kasih uang" menjelaskan "mau"
- "yang mau saya kasih uang" menjelaskan "siapa".

Sedangkan:
"Siapa yang saya mau kasih uang?"
- "Saya mau kasih uang" menjelaskan "siapa"

Dalam bahasa Inggris:
"Siapa yang mau saya kasih uang?" --> "Who was it that wants me to give him money?"
"Siapa yang saya mau kasih uang?" --> "Who was it whom I want to give money to?"
Rin@Rin : 2007-11-28 14:35:34 UTC+0000
diacu: >>75
Kayanya yang bener tetep:
"apa sih yang dia ingin katakan?"

Ini masih berhubungan dengan pola macam:
"Saya mau dibunuh." (yang sudah saya sebut di >>35)

Kayanya orang Indonesia udah terlalu banyak terbolak-balik deh, jadi artinya harus "ditebak" dan ga bisa "diterjemahkan" saja.

Bandingkan:
"Siapa yang mau saya kasih uang?"
"Siapa yang saya mau kasih uang?"

Kalau "mau" dulu baru "subyek", berarti yang mau itu adalah yang datang sebelum kata "mau" (yaitu yang dipertanyakan), dan yang setelah "mau" menjadi anak kalimat di bawahnya, jadi kalimatnya ada 3 tingkat.
Sedangkan kalau "subyek" dulu baru "mau", berarti yang mau adalah si subyek, dan yang dipertanyakan adalah obyek dari anak kalimatnya itu, jadi hanya ada 2 tingkat kalimat di sini.

Jadi dengan contoh di atas:
"Siapa yang mau saya kasih uang?"
- "Saya kasih uang" menjelaskan "mau"
- "yang mau saya kasih uang" menjelaskan "siapa".

Sedangkan:
"Siapa yang saya mau kasih uang?"
- "Saya mau kasih uang" menjelaskan "siapa"

Dalam bahasa Inggris:
"Siapa yang mau saya kasih uang?" --> "Who was it that wants me to give him money?"
"Siapa yang saya mau kasih uang?" --> "Who was it whom I want to give money to?"


Bahasa Indonesia itu bukan bahasa yang membolak-balik urutan subyek, predikat, dan obyek, kecuali untuk penekanan, macam:
"Roti saya makan." (menekankan obyek, jadi obyeknya diletakkan di depan, tapi setelah itu tetap SP)
"Mau pergi makan saya," atau "Mau apa kamu?" (menekankan predikat, jadi subyeknya dibuang dulu baru diselipkan kemudian, tapi tetap PO)
Rin@yuku : 2008-01-21 04:50:44 UTC+0000
>>849

Bukannya aku sudah mengatakan ini terlebih dahulu, ya, di sini?
>>[Rin/35] butir kedua
Rin@Rin : 2008-02-03 14:47:25 UTC+0000
Sebenarnya hal ini pernah dibahas di buku pelajaran Bahasa Indonesia kelas III SMA dan selain itu bahkan pernah ku tulis antara lain di >>48, tapi karena kelihatannya banyak yang antara: tidak tahu, tidak peduli, atau bahkan memilih tidak mengikuti, maka mungkin ada baiknya kutulis saja di sini, toh selain itu ada permintaan juga.


Perhatikan kalimat2 berikut:
1. Rumah ini mau dijual.
2. Pencuri itu berhasil ditangkap polisi.

Berasa ada yang aneh? Harusnya sih tidak (karena kalau sudah berasa maka tidak ada gunanya ini ditulis). Di kalimat pertama, sebenarnya yang mau tentunya bukan rumahnya, tapi penggunaan "rumah ini mau" menandakan bahwa yang berkehendak adalah rumahnya, jadi bukankah itu aneh? Di kalimat kedua, sebenarnya yang mempunyai keberhasilan adalah polisinya, bukan pencurinya, tapi karena bentuknya seperti itu, seolah-olah pencurinya yang berhasil.

Waktu itu sih, saat pelajaran ini diberikan ke murid-murid banyak yang protes, alasannya karena "toh sudah biasa demikian". Ini keberatan jenis pertama, yang pada dasarnya adalah perdebatan antara *prescriptive vs descriptive grammar*, yaitu apakah suatu tata bahasa merupakan aturan yang harus ditaati atau hanyalah penjelasan cara orang memakainya, jadi tidak harus ditaati. Saya sendiri lebih cenderung ke yang *prescriptive* karena kalau aturan diubah seenaknya oleh masyarakat, berarti itu kan main hakim sendiri. Yang berhak mengubah aturan sebenarnya kan antara: masyarakat dengan suara bulat atau pihak berwenang. Karena kalau aturan itu diubah seenaknya, bagaimana cara orang lain tahu aturan mana yang berlaku? Agar aturan itu dapat ditaati oleh semua pihak, tentunya harus secara resmi diberlakukan.

Di tempat lain ada yang memberikan pandangan bahwa penggunaan kata "mau" itu bukanlah kata kerja, melainkan kata kerja pendamping (auxiliary verb) yang fungsinya adalah menandakan *aspect* dari kalimat itu. Entah aspect itu bahasa Indonesia apa, tapi secara praktis maksudnya secara khusus terhadap kata "mau" adalah bahwa mau itu menandakan masa depan yang artinya adalah "akan". Dalam kalimat seperti "dia sudah sekarat dan mau mati", pendapat ini bisa diterima, tapi dalam kalimat di atas ini tidak bisa diterima karena 2 alasan:
1. toh ada yang memang "mau", yaitu pemiliknya, jadi sepertinya ini gabungan dari: topicalisation + subject dropping + incorrect correction. Maksudnya adalah terjadi perubahan yang melalui 3 tahap, yaitu:
- mula2: "Saya mau menjual rumah ini"
- topicalisation: "Rumah ini saya mau jual" (imbuhan me- lesap)
- subject dropping: "Rumah ini mau jual"
- karena bentuk tadi ada obyek dan kata kerja, maka obyek dijadikan subyek dan bentuknya dijadikan pasif, jadinya: "Rumah ini mau dijual"
2. orang biasanya bisa menyatakan masa depan itu kalau bukan karena "biasanya terjadi demikian" berarti "karena memang direncanakan". Kalau kita mau berpendapatan bahwa "mau" menandakan masa depan, berarti harusnya karena biasanya demikian, tapi tentunya hal ini tidak berlaku di sini, jadi balik lagi ke "rencana/kehendak", dan itu sudah dijabarkan di atas.

Selain segala yang di atas, yang saya tidak setuju ada satu lagi, yaitu: kalaupun kita anggap bahkan satu saja dari kedua pendapat di atas adalah benar, yaitu bahwa: "toh semua begitu" atau "mau di sini tidak menyatakan kehendak, tapi masa depan", berarti kita menghadapai masalah *ketidakpastian arti*, ambiguitas. Misalnya kalimat tadi: "Pencuri itu berhasil ditangkap polisi," lalu kita anggap bahwa yang berhasil itu polisi karena tidak wajar bahwa yang ditangkap itulah yang berhasil, lalu kalau mau menyatakan bahwa yang ditangkap itu memang *berhasil* karena dia memang berrencana untuk ditangkap? Mungkin aneh tapi di cerita tentang mata-mata itu sangatlah mungkin (atau misalnya di *Prison Break*, tapi karena saya tidak menontonnya jadi kurang tahu). Lalu kalau orang mengatakan: "Saya mau dihukum," maka seturut dengan aturan umum (yang saya tidak suka) ini biasanya maksudnya bahwa ada yang mau menghukum dia (atau dia akan menjalani hukuman), padahal secara harafiah kan artinya bahwa dia berkehendak untuk dihukum, lalu bagaimana kalau misalnya dia memang demikian? Misalnya dia insyaf jadi memilih untuk dihukum, seperti para peri rumah di cerita Harry Potter, atau mungkin memang punya kelainan....

 

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|