entah

No 25-32 No 5-24 Semua (balik urutan) |

tania@Rin : 2007-09-23 13:14:05 UTC+0000
diacu: >>27
>>18
ku ga termasuk ^^
tp ini ga cuma terjadi belakangan ini (bbrp tahun terakhir). pa2 & ma2ku n org2 lain yg dr generasi lalu jg kuperhatiin ky gt.
mgkn mereka lupa pelajaran SD ttg yg mana (di antara imbuhan 'di-' dan preposisi 'di') yg mesti digabung dan mana yg mesti dipisah dg kata yg mengikutinya.
yuku@Rin : 2007-09-23 15:54:36 UTC+0000
diacu: >>27
>>18
Kalo generasi lama sih, mungkin karena dari kecil belom ada EYD,
sedangkan penentuan pisah ato sambung baru ada pas EYD (kagalah)

Selain itu, menurutku sih, kebanyakan orang belajar bahasa pertama
dari lisan, bukan tertulis, dan tidak belajar grammar juga.
jadi apa yang didengar, langsung ditulis aja.

Misalnya dulu ku sering denger orang bilang *abodemen* (subscription fee)
sehingga pas ku pertama tulis, ku tulis aja "abodemen" padahal
yang betul kan "abonemen"

[1] dan sekarang di jaman ketik, kayanya ku jadi suka salah ketik
karena kebiasaan pola jari yang ketik <d><i><spasi> jadi suka keketik itu
walau di dipakai sebagai imbuhan.

selain itu pengaruh [1] SANGAT sering tjadi saat ku ingin ketik
"bis" (kendaraan). Kalau tak hati2 hampir slalu kluarnya "bisa".
Kayanya gara2 pola ketik (irama) juga... ada yang mengalami hal serupa?
Rin@Rin : 2007-09-23 17:20:32 UTC+0000
>>25
>>26
Tentang *di*.
Boleh lah kalau tentang orang zaman dulu dimaklumi.
Boleh juga lah memaklumi kalau mengetik sesuatu yang kecil kemungkinannya diperiksa ulang, seperti chatting atau beginian.
Tp setiap kali melihat yg begituan di acara televisi atau papan2 iklan, rasanya... gmn ngomongnya, ya? Geregetan, gitu....

Tentang yang lain... hm.... ya udah deh diterima aja....
Rin@Rin : 2007-09-30 17:17:28 UTC+0000
Tulisan di bawah ini adalah terjemahan dari http://netlurker.blogspot.com/2007/10/how-self-centred-are-we.html

Seberapa egosentriskah kita?

Saat seseorang percaya akan satu hal, tidak peduli seberapa salah, biasanya kepercayaan itu sulit diubah. Perubahan akan biasanya lebih mudah terjadi kalau ada orang lain yang berusaha melakukannya (walau kadang justru menjadi lebih sulit). Biasanya, semakin berpengaruh si orang lain itu, semakin mudah perubahan itu terjadi. Jikalau kepercayaan itu adalah milik suatu kelompok—misalnya suku atau bangsa—maka kepercayaan itu menjadi lebih kuat. Semakin besar kelompoknya, semakin susah mengubahnya, karena biasanya perlu kekuatan yang lebih kuat juga. Jadi, bagaimana kalau yang percaya adalah seluruh umat manusia?

(Karena sudah banyak contoh-contoh tentang hal ini, maka saya mencoba yang tidak umum.)

Setelah menjelajahi seluruh bumi, menggali dalamnya, dan juga mencari langit, kita menyadari bahwa kitalah satu-satunya penguasa planet ini. Tidak ada satupun makhluk lain yang setingkat dengan kita, dan ini mempengaruhi cara pandang kita akan makhluk yang setingkat dengan kita. Kita sudah membayangkan banyak macam makhluk asing, tapi hampir tanpa terkecuali semuanya serupa dengan manusia, contohnya makhluk-makhluk yang ada di Star Trek. Istilah *makhluk asing* di sini juga bisa mengacu ke makhluk gaib. Anehnya, biasanya kita dan mereka bisa saling memakan makanan satunya dan juga bernapas dengan udara yang sama. Biasanya pula mereka juga makhluk berbahan dasar karbon, dan mungkin yang paling aneh adalah, biasanya bisa juga saling memadu-kasih dan bahkan punya anak! Jadi, walau mereka seharusnya adalah makhluk asing, pada dasarnya mereka cuma manusia yang agak berbeda sedikit.

Sepertinya, bangsa Eropa kuno juga berpikir bahwa yang namanya manusia adalah yang seperti mereka, jadi ketika mereka menemukan suku bangsa yang rupanya berbeda, orang-orang pribumi itu dianggap bukan manusia dan diperlakukan buruk. Keadaan ini semakin diperparah karena biasanya kebudayaannya lebih rendah.

Kita biasanya benci sendirian untuk selamanya, mungkin karena ini kita juga tidak suka menjadi satu-satunya makhluk pintar di alam semesta ini, makanya kita sering mencari makhluk asing. Tapi, kalaupun seandainya mereka itu ada, seharusnya bentuknya akan sangat berbeda dengan apa yang bisa kita bayangkan. Kalau kasus orang Eropa kuno itu terjadi lagi, mungkin justru akan susah bagi kita untuk menerima perawakan mereka itu dan akhirnya justru akan mengusir.

Jadi, walau kita tidak suka sendirian, kita juga tidak suka bertemu orang yang berbeda. Jadi mungkin keegosentrisan itu *memang sifat dasar dari umat manusia*, atau mungkin tidak, mungkin *bukan cuma manusia....*
Rin@Rin : 2007-10-03 08:00:45 UTC+0000
Iseng nulis....
Setelah kosong selama lebih dari 3 bulan akhirnya ada 1 lagu lagi tercipta, tapi seperti biasa, tidak bisa diselesaikan.
Ingin belajar musik tapi ga ada tempat belajarnya.... :(
Rin@Rin : 2007-10-07 16:41:13 UTC+0000
Di Singapura ada berbagai macam minuman:
ada teh peng, bandung, horlick, susu kacang....
ada berbagai macam sari buah seperti:
jeruk, alpukat. kelapa muda....

tapi....

Di mana yang jual *kelapa kopyor*, ya?
:S

T_T
Rin@Rin : 2007-10-10 15:31:00 UTC+0000
diacu: >>32
Tau *computer bug*, kan? Harusnya sih tahu, tapi kalau ga juga gpp. Bahasa Indonesianya apa, sih? Buat mudahnya sih biasanya tetap ditulis "bug" tp dibaca "bak", mirip aslinya. Seandainya diterjemahkan, jadi apa, ya? Karena "bug" sendiri artinya "kutu", jd bs pake kata itu, namum, menurut saya kurang tepat.
Kata "bug" sendiri bisa merupakan suata kata kerja yang berarti "mengganggu". Dari sini, "bug" sebagai kata benda bisa berarti "gangguan", karena kutu memang menggangu. Sumber masalahnya kecil, tapi akibatnya besar, itulah "bug".
Nah, bagaimana dengan "kutu"? Sayangnya kutu tidak mempunyai arti yang demikian, "kutu" ya "kutu", memang bisa mengganggu tapi tidak mirip dengan "bug", jadinya istilah "kutu" agak kurang tepat di sini. Kabar baiknya, bahasa Indonesia punya kata yang artinya mirip dengan "bug", "serangga kecil tapi mengganggu dan cocoknya diberantas".

Karena itu, marilah kita menerjemahkan "bug" dengan kata ini saja, yaitu....
*BANGSAT!*
yuku@Rin : 2007-10-10 17:46:47 UTC+0000
diacu: >>33
>>31
cape kalo tulis bangsat, panjang. Nanti ada debangsat lagi. walah.
Lagi pula, dulu guru bahasa pernah bilang, apa beda bangsat dan maling?
Jawaban: maling = tindakan mencuri. Bangsat = pelakunya.
Kalo ku sih, bug kubaca tetep BUG (seperti dalam menggebug) bukan
bag ato bak. Tetep aja bukan kutu maupun serangga.
BEberapa bulan ini, kalo mo bilang DEBUG, ku bilangnya GEBUG aja.
Sebetulnya cocok loh, GEBUG itu kan kaya "pukul dengan keras"
jadi ku mau GEBUG biar BUGnya ilang ->ku mau gebukin serangganya biar mati
heheh keren kan? :P

 

Kau akan ngepos secara anonim! Boleh2 aja sih, bahkan tulis nama dan sembarang paswod pun boleh. Tapi kalo mau daftar, klik daftar

Nama Pwd gp jsp (dua bilan)+(tiga bilan)= +img +coret

 

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|