Kopasan dari sumber lain. Hak cipta (kalau ada) milik sumber

No 8-15 Semua (balik urutan) |

arsip@arsip : 2008-02-02 11:49:33 UTC+0000
Genit Inggris-Inggrisan (4)
Kolom L. Murbandono HS, 14 Juli 2005
Lanjutan >>7. http://www.ranesi.nl/tema/budaya/kolom_mung050714

Bagian lalu kolom ini memaparkan, genit Inggris-Inggrisan dalam berbahasa Indonesia sudah amat parah. Ibarat bahasa Indonesia itu kulit, maka genit Inggris-Inggrisan adalah penyebar panu dan kudis. Toh dikatakan, masih untung! Untungnya, genit Inggris-Inggrisan itu - sudah sedikit disinggung dalam bagian terdahulu juga - ternyata berkelas-kelas. Paling sedikit tiga kelas. Ada kelas ringan, kelas berat, dan kelas algojo alias kelas dasamuka. Tapi mohon jangan lupa, apapun kelasnya, semua kosakata Inggris dan berbau Inggris itu rata-rata ada kosakata Nusantaranya.

*Tiga kelas*
Kelas ringan adalah gemar menggunakan kata berakhiran si-si-si, is-is-is, if-if-if, tor-tor-tor, al-al-al, il-il-il, tas-tas-tas, dan sejenisnya. Yang masuk kelas ini adalah kaum yang takluk kepada falsafah gombal yang berbunyi "apa boleh buat sebab sudah telanjur meluas dan merajalela". Rumitnya, ini sejatinya kebingungan kelas gajah. Politik bahasa! Bahkan "kitab suci" bahasa Indonesia - Kamus Besar Bahasa Indonesia - itupun, memasukkan kosakata-kosakata sejenis itu sebagai lema.

Tergolong kelas berat adalah kosakata berbau Inggris atau Barat yang dahulu tidak ada atau belum terkenal. Lalu sekarang tiba-tiba ada. Ini bisa berupa kata utuh semisal "bias" dan "dispute" atau akhiran baru semisal "bel-bel" itu.

Kelas algojo dasamuka adalah kosakata Inggris yang digelundungkan begitu saja ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Bukan cuma satu atau dua kosakata, bahkan satu kalimat atau satu paragraf sekalian. Seolah-olah mereka itu sudah menjadi kosakata, kalimat, dan paragraf bahasa Indonesia. Genit macam inilah sejatinya yang membuat bahasa Indonesia kian lama kian amburadul, kian terbunuh, kian terbantai-bantai!

*Harus menderita*
Agaknya, bahasa Indonesia memang harus menderita sebab wajib belajar terus, atau binasa! Jalan salib penderitaan harus ia tempuh. Khususnya saat bergaul dengan aneka rupa kosakata asing. Agar sampai pada kebangkitan kebahasaan yang indah mulia.

Suatu masa ia pernah kikuk di hadapan kosakata Belanda, di kota-kota. Kosakata Arab sejak dahulu jaya di desa-desa dan kini makin meriah, percaya diri melewati jalan-jalan bebas hambatan dan memasuki gedung-gedung bertingkat. Kosakata India, saya kurang paham, di Bali mungkin bisa dirasakan. Kosakata Latin, ini suasana khusus di salah satu sudut di Ledalero, Kentungan, Pineleng, Abepura, Pematang Siantar dan sebangsanya - di seminari-seminari. Semuanya ini masih perlu uraian lebih luas, yang di luar kemampuan catatan kecil ini. Ia hanya mengupas kosakata Inggris atau berbau Inggris, dan terbatas mempersoalkan kegenitan Inggris-Inggrisan.

*Empat keinginan*
Meski mungkin membuat uring-uringan kaum "genit Inggris-Inggrisan", catatan kecil ini sejatinya bernyali amat kecil dan tidak mampu berbuat apa-apa. Sebab, pengikut kaum tersebut sudah telanjur amat kuat perkasa dan meluas di seluruh Indonesia. Kaum itu telah memenuhi desa-desa, kota-kota, toko-toko kelontong, kantor resmi, pemukiman kumuh dan apalagi pemukiman mewah, meja-meja persuratkabaran, sekolah-sekolah, universitas-universitas, dan tentu saja di semua gedung lembaga tinggi negara. Karena itu, catatan kecil ini cuma mampu mengusung empat keinginan.

Pertama, ingin berterus terang.

Kedua, ingin melontarkan tanggapan yang membangun.

Ketiga, ingin mengimbau, agar tiap manusia Indonesia yang dewasa tanpa pandang bulu lebih bersikap wajar dalam berbahasa Indonesia dan menghormati bahasa Indonesia.

Keempat, ingin memperkenalkan "iman" yang mengakui bahwa gemar menggunakan kosakata-kosakata asing secara tidak perlu di dalam berbahasa Indonesia adalah perbuatan tercela yang merusak bahasa Indonesia.

Ya, kolom ini masih punya utang. Masih harus melunasi janji menyusun contoh-contoh nyata kosakata Nusantara di hadapan kosakata genit Inggris-Inggrisan. Kami sajikan di bagian mendatang, sebagai penutup rangkaian urusan yang bersambung ini.
1peH@arsip : 2008-02-02 12:41:03 UTC+0000
diacu: >>10
>>3
Itu yang betul, "ngono ya ngono ning aja ngono" yang berarti "begitu ya begitu tapi janganlah begitu."

Mungkin maksudnya pameo, yang artinya slogan atau pepatah.

Kalau yang "pejah gesang ndérék Pak Harto." sudah mengertikah?
Rin@arsip : 2008-02-02 14:33:41 UTC+0000
diacu: >>11
>>3
Dibalas di sini karena tulisannya adanya di sini....
Oo, artinya itu. Tapi aneh juga, aku kira bahasa di Indonesia ga ad yg punya "tr", jadi kirain "terenyuh".

>>5
"Keprigelan" tuh apa lagi? :S
Ko aneh juga ada "pr"....

>>9
Oo, begitu. Cari di kamus ga ketemu sih, jadinya bingung.
Kalau terakhir itu sebenarnya ga ngerti, tapi pakai trik yang dipelajari waktu persiapan TOEFL, yaitu kalau suatu bagian wacana pada dasarnya sama dengan bagian lain (misalnya: parafrasenya atau sinonimnya), maka bisa ditebak. Jadi sebenarnya ga ngerti itu, tapi karena itu hanya menyampaikan kalimat sebelumnya dalam bahasa Jawa, ya masih bisa diterima dan tidak perlu sampai diacuhkan. Kalau yang lain-lainnya itu kan jadi bagian inti tanpa ada sinonim.
1peH@arsip : 2008-02-02 16:38:04 UTC+0000
diacu: >>12
>>10
Bukannya bahasa Indonesia memang ada "pr" yah, seperti "prasasti" dan "prestasi".
"prigel" sendiri artinya kira2 pandai, kata ini berasal dari bahasa Jawa. Saya juga kaget kok tiba2 memakai istilah ini.

Trenyuh itu artinya seperti prihatin atau iba gitu. Ini juga dari bahasa Jawa.

Yang "pejah gesang ndérék Pak Harto." artinya "hidup mati ikut Pak Harto"
Rin@arsip : 2008-02-03 14:21:19 UTC+0000
>>11
Hm... benar juga ya ada kata2 itu. Tentunya bisa juga dikatakan bahwa itu kata2 yang asalnya dari bahasa Sansekerta, tapi saya tidak mau menentang karena toh itu tandanya bunyi itu sudah diterima. Inget sih ada kata "proklamasi", tapi itu kan dari bahasa Latin, tapi yah pokoknya diterima deh.
Jadi sekarang masalahnya adalah: tulisan tersebut terlalu banyak berisi kata2 bahasa Jawa, yang tidak semua orang tahu dan kalaupun mau tahu tidak bisa dicari di kamus, jadi *sangatlah bermasalah* dan *tidak seharusnya dilakukan*.
>_<
1peH@arsip : 2008-02-03 15:18:20 UTC+0000
Pada kenyataannya saya mencari di kamus bahasa Indonesia-Inggris ada kok kata "prigel" dan "trenyuh" di dalamnya. Jadi ya masih bisa dicari di kamus. Kalau "pejah gesang" dll itu bahasa Jawa halus sih.
Rin@arsip : 2008-02-04 01:17:12 UTC+0000
Waktu itu ga ketemu. :(
Apakah ini bisa dibilang *Genit Jawa-jawaan*?
yuku@arsip : 2008-02-04 07:39:13 UTC+0000
diacu: >>[yuku/899]
Sumber: http://womepo.b1.jcink.com/index.php?showtopic=330

"Million" is "juta".

1.000.000 = satu juta ("sejuta" is okay, but is rarely used in formal speaking).
2.500.000 = dua juta lima ratus ribu

"Billion" is "milyar":
1.000.000.000 = satu milyar
2.000.000.000 (the highest price in Deal or No Deal Indonesia) = dua milyar

After "milyar", we have "triliun" to mention 1.000.000.000.000 (12 zeroes), then we follow the short scale for large numbers (you can see it here: http://en.wikipedia.org/wiki/Names_of_large_numbers) with adapted writing. The highest number Indonesian can talk about is "kuadriliun" for 1.000.000.000.000.000, but since it's unpopular (and it's a very rare case to mention that huge amount), we usually call it "seribu triliun".

 

Kau akan ngepos secara anonim! Boleh2 aja sih, bahkan tulis nama dan sembarang paswod pun boleh. Tapi kalo mau daftar, klik daftar

Nama Pwd gp jsp (dua tuju)+(tiga lapan)= +img +coret

 

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|