entah

No 60-79 No 40-59 Semua (balik urutan) |

Rin@Rin : 2008-01-03 13:22:46 UTC+0000
diacu: >>65
Apologetika >>58 tentang >>56
Kalau dilihat di wikipedia, sebenarnya masih ada pembedaan antara ɔ dan o, tapi karena saya sendiri tidak begitu mengerti bedanya dan juga tidak punya contoh yang jelas, jadi tidak ditulis....
Rin@Rin : 2008-01-03 13:45:59 UTC+0000
Sempat terpikir untuk membuat semacam buku pelajaran bahasa Indonesia, mungkin dimasukkan ke wikibooks, gitu, tapi melihat betapa wikibooks sangat *amburadul ga karu-karuan* jadi susah juga, huhu....

Di wikibooks, tepatnya: http://en.wikibooks.org/wiki/Indonesian_Lesson_8, ada tulisan di bawah:
Note: The word "tinggal" is a tricky word. If it is used alone (not conjugated), it means to live or to stay. However, if you conjugate it, it means to leave or to die. Many people got confused on this. Think of it in Indonesian culture perspective. Many indigenous Indonesian believe that when people die, their soul is here to stay.

Waktu pertama kali membaca ini, serasa ada yang aneh, karena rasanya "meninggal" tidak ada hubungan dengan "tinggal". Sekarang baru terpikir "bukti" bahwa itu beda.
1. Penggunaan me-
Me- digunakan hanya dalam 2 kasus.
Kasus pertama yaitu pada kalimat *aktif transitif*, jadi bukan kalimat pasif maupun aktif intransitif. Tentunya "meninggal" bukanlah kalimat aktif transitif, jadi bukan ini.
Kasus kedua yaitu pada kata kerja tertentu yang intransitif. Kata2 "tertentu" itu yaitu kata kerja yang dibentuk dari akar kata yang bukan kata kerja, misalnya: hilang (k. sifat) jadi menghilang; selam (k. sifat?) jadi menyelam (ini didiskusikan di bawah aja deh....). Sedangkan kata kerja intransitif yang akar katanya sudah kata kerja tidak pernah diberi imbuhan me-. Kalau "meninggal" itu kata kerja, seharusnya masuk kategori ini, tapi nyatanya tidak ada kata "tinggal" atau "ninggal" yang bukan kata kerja, jadinya bukan ini juga.

Kesimpulannya, "meninggal" itu kata dasar, bukan kata dasar diberi imbuhan.

2. Penghilangan imbuhan me-
Dalam bahasa sehari-hari, imbuhan me- selalu dihilangkan, tapi yang demikian tidak pernah terjadi pada "meninggal", jadi "me-" pada "meninggal" bukanlah imbuhan.

Q.E.D.


Nah, soal "selam". Kesannya ini kata kerja, tapi kalau iya, maka kata kerja intransitifnya seharusnya tidak pakai "me-".
Selain itu, imbuhan -i salah satu fungsinya adalah mengubah kata kerja intransitif jadi transitif, dan bentuk transitifnya itu "menyelami", jadi "selam" jg bukan kata kerja intransitif. Karena itu ya harusnya kata sifat.
Masalahnya kata "selam" tanpa imbuhan rasanya hanya muncul di "kapal selam", jadi sulit juga menganalisanya. >_<
1peH@Rin : 2008-01-05 17:58:47 UTC+0000
diacu: >>63
>>58
Menurutku O ada 2 sih. Satu yg seperti pada kata "rokok". Yang satu lagi spt pada kata "soto". Yg "rokok" pengucapannya spt antara O dan A. Menurutku bgt sih.

Wah Rin ini sekolah jurusan apa sih? Kok bisa mengerti banyak ttg linguistik itu belajar sendiri atau gimana ya?
Rin@Rin : 2008-01-06 02:04:39 UTC+0000
diacu: >>65
>>62
Hm...  antara "rokok" dan "soto" bukannya sama aja, ya? Tapi sepertinya itu contoh yang bagus, karena sepertinya 2 'o' berderet itu 'o'-nya beda, seperti 2 'é' berderet juga beda.
Sepertinya di 2 'o' maupun 2 'é', huruf pertama lebih "terbuka" dari yang kedua. Maksudnya "terbuka" itu lidahnya lebih ke bawah, jadi rongga udara di atas lidah lebih besar (terbuka).

Kalau dibilang pengucapannya antara "O" dan "A", jadi mirip cara orang Islam nyebut "Allah", dong, ya.

Jurusannya ga ada hubungan banget dengan ini ^^, EEE di NTU, spesialisasi DSP. Kalau mau dihubung-hubungkan, ya paling "DSP itu ada Speech Processingnya". (maksa) :P
Ini sebenarnya dari pengamatan setelah pernah mendengar native speaker (= "penutur ibu"?) berbagai bahasa ngomong, ditambah ilmu dari Mbah Wiki, tentunya ditambah juga pengalaman belajar bahasa. (tapi yang terakhir ini ga nolong masalahan pengucapan, karena jarang sekali yang menekankan pengucapan, lebih banyak ke tata bahasa dan kosa kata)
Di wikipedia bagian IPA (International Phonetic Alphabet) dijelaskan secara teknis dan detail bagaimana menghasilkan suatu bunyi, bisa dipelajari dari situ. Kalau belum pernah baca mungkin terlalu rumit, apalagi kalau yg dibaca bunyi yang terlalu susah, jd lebih baik mulai dr yg ud diketahui.
asa@Rin : 2008-01-06 05:46:35 UTC+0000
diacu: >>66
>>58
soal e itu bukannya termasuk aksen yah?
soalnya org maluku klo ngomong gada 2 macam e.
apa klo ga ngomong pake 2 e lalu bukan bhs indo yg baik dan benar?
yg emang ada 2 e itu kan aslinya bhs jawa
1peH@Rin : 2008-01-06 07:36:37 UTC+0000
diacu: >>66
>>63
Sepertinya mending ngomong langsung yah. Barangkali cara pengucapanku beda dgn cara pengucapanmu. Karena menurutku cara pengucapan o pada "rokok" dan "soto" jelas beda. Kalau 'o' yg pertama dan 'o' kedua pada "rokok" tak terasa beda.
Contoh lain adalah seperti o pada "ngomong" yang beda dengan "moto". Sptnya itu beda o yang di >>60
Kalau menurutku sih ada 3 e : e pada kata "boleh", e pada kata "sebelas", e pada kata "remeh" yang mana pengucapannya mirip dgn "man" di bhs Inggris.
Lalu cara orang Islam menyebut Allah itu menurutku kedengarannya seperti 'auloh' dgn o di sini spt o di kata 'ngomong', bukan o pada 'moto'.
Rin@Rin : 2008-01-06 11:05:47 UTC+0000
diacu: >>67 >>68
>>64
Maksudnya "aksen" itu "penekanan" atau "logat"? Saya asumsi yg kedua.
Sebenarnya ga tau deh ya itu contoh bahasa Indonesia yg "bener" atau yg "umum" atau yg "sampai di telinga si penulis artikel", soalnya dulu juga ga sadar ada 2, jadi ya ngikut aja, toh akhirnya berasanya begitu. Entah sih benernya; bahasa Indonesia ga ada "standar pengucapan" sih ya, ga kaya Inggris ada "Queen's English". Jadi ya ga tau deh kalau soal Jawa dan Maluku.

Tapi kalau orang Batak kasusnya jelas beda lagi, hehe....

>>65
Bingung nih; kebanyakan 'o' tanpa pengelompokkan yang jelas.... :S
Misalnya, apakah kedua 'o' pada "soto" itu sama?
Lalu, apakah kedua 'o' pada "ngomong" juga sama? Yang sama dengan "rokok" atau "soto"?
Begitu juga dengan "moto", apakah keduanya sama dan sama juga dengan "moto"?
Sebenarnya masih agak bingung juga dengan 'o' sih, ga gitu berasa beda juga, tapi ya samar2 serasa beda. :S

Kedua 'e' pada "remeh" apakah sama? Menurutku yang pertama dan kedua beda, dan yang kedua itu sama dengan pada kata "boleh", jadi balik ke teori yang sebelumnya, kalau 2 "e" berderet bakal beda.
1peH@Rin : 2008-01-06 17:26:22 UTC+0000
diacu: >>69
>>66
'Remeh' dan 'boleh', e-nya sama? Terdengar beda menurutku. Dan menurutku kedua 'o' pada 'soto' dan kedua 'e' pada 'remeh' perbedaannya terlampau kecil. Lebih jelas perbedaan antara 'mo' pada 'moto' dan 'ngo' pada 'ngomong'. Sedari kecil saya merasa ada 8 huruf vokal di bahasa Indonesia: a, i, u, dua 'o', tiga 'e'. Yang lain hanya perbedaan kecil saja.
Dalam bahasa Jawa, pengucapan 'coro' dgn 'o' mirip 'moto' berarti 'kecoa' dan dgn pengucapan mirip 'ngomong' berarti 'cara'.
1peH@Rin : 2008-01-06 17:35:31 UTC+0000
diacu: >>69
>>66
Menurutku pengucapan 'e' pada 'remeh' itu mirip pengucapan Inggris 'cat' atau pengucapan bahasa Jerman dari ä (a umlaut), sedangkan 'e' pada 'boleh' mirip pengucapan pada abjad 'e' yang seharusnya. maksudnya kalau disuruh mengucapkan huruf E, bukanlah E spt pada kata 'lembah' atau 'rengek', tp spt pada kata 'boleh'.
Rin@Rin : 2008-01-07 13:33:40 UTC+0000
>>67
Yang maksudmu sama atau beda itu 'e' yang mana? Kan ada 2. Ko lagi2 ga disebut...? :S
Kan bingung....

Jd bingung kalau mu bilang "soto" dan "remeh" bedanya kecil, soalnya setahuku itu bedanya justru jauh....
Daripada ngomong ga jelas gini, mending pake simbol IPA, biar lebih jelas maksudnya bagaimana. Jd misal, menurutku "remeh" itu: [rɛmeh], "soto" itu [sɔtɔ], "ngomong" itu [ŋomɔŋ]

>>68
Kayanya ga mungkin 'e' pada remeh sama dengan "cat" deh, soalnya vokalnya "cat" itu ga ada di bahasa Indonesia.
Lalu kalau ä, maksudnya pada kata seperti apa?
Dan terakhir, berhubung ketiga 'e' pada "lembah" dan "rengek" itu beda, jadi apakah 'e' pada "boleh" itu tipe ke-4?
1peH@Rin : 2008-01-07 18:16:45 UTC+0000
diacu: >>71
Ok, mungkin saya memberi contoh yang salah pada kata 'cat' dan 'ä'.
Sepertinya kita ada perbedaan dalam cara pengucapan. Bagi saya, pengucapannya adalah [rɛmɛh], [soto], [ŋɔmɔŋ], [moto], [rɔkɔk], [boleh], [ləmbah], [rɛngɛk].
Saya menemukan di omniglot dan wikibooks bahwa ada 3 pembedaan 'e' dan 2 pembedaan 'o'.

Selengkapnya lihat di http://www.omniglot.com/writing/indonesian dan http://en.wikibooks.org/wiki/Indonesian/Lessons/Alphabet

Bagaimana dengan yang lain? Apakah ada yang pengucapannya berbeda dengan saya atau rin?
Rin@Rin : 2008-01-08 02:27:20 UTC+0000
>>70
Benernya aku emang cukup ga sensitif dgn bunyi sih, makanya justru belajar phonetic. Jd seperti 'e' dan 'ɛ' itu perlu belajar dulu baru sadar beda. Kalau 'o' dan 'ɔ' sebenarnya masih bingung sih, jangan2 ternyata masih salah ngebedainnya. :(
Tp emang sih kedua pasang bunyi tadi allophone, jadinya apa mungkin ya orang yang sama pun di kondisi berbeda akan pengucapannya berubah-ubah?

Yang bilang 'e' itu ada 4 bunyi kayanya ga banyak deh, karena seperti sudah kubilang, "schwa" dan "middle vowel" itu di IPA saja tidak dibedakan (jadi simbol IPA buat huruf 'e' cuma ada 3), tapi mungkin bedanya kalau "schwa" cenderung melesap, kalau "middle vowel" tetap, contoh:
terenggiling, kerapu, engga --> trenggiling, krapu, ngga

Tapi seperti "genangan" jarang berubah jadi "gnangan". (ga tau ya kalau pengalamanmu beda) ^^;;;
Rin@Rin : 2008-01-10 18:56:23 UTC+0000
Tulisan di bawah ini adalah terjemahan dari http://netlurker.blogspot.com/2008/01/how-to-win-mass.html

*Cara Memenangkan Massa*

Gunakan seorang wanita boneka supaya meneteskan air mata...

... atau ya bisa saja lakukan sendiri, tapi karena ini hanya berlaku pada ½ dari populasi, jadi mending tulisnya seperti tadi.

Bagi yang tidak tahu, ini lagi membicarakan Hillary Clinton; siapa dan di mana saya berada tidak ada hubungan dengan pernyataan tadi.

Jadi begini, wanita ini meneteskan air mata dan dengan demikian membuat rakyat bersimpati dengannya. Nah, coba pikirkan, bagaimana kalau Obama yang begitu? Apa dia bakal dapat dukungan? Saya harap sih iya, tapi itu bodoh, jadi ya begitulah!

Dungu sekali! Seharusnya masyarakat memilih pemimpin karena kecocokan pikiran dan bukan karena belas kasihan!

Seandainya saya tinggal di Amerika, mungkin saya bakal memilih Obama. Bukan karena saya mendukung dia, tapi karena saya tidak bisa membiarkan satunya menang.
Rin@Rin : 2008-01-11 17:41:34 UTC+0000
Siapa sih yang menulis komentar ini?

(start quote)
Kalo gitu kita buat link baliknya juga.

The article below is a translation from
http://melet.us/Rin/72
(end quote)

Tentu saja penerjemahan dalam arti ini tidak bisa bolak-balik, jadi kalau A diterjemahkan jadi B, maka A bukanlah terjemahan dari B....
Jangan aneh2, dong. ^^;;;;;
Rin@Rin : 2008-01-23 17:43:21 UTC+0000
Tulisan di bawah ini adalah terjemahan dari http://netlurker.blogspot.com/2008/01/dan-brown-principle.html

Prinsip Dan Brown

"Buatlah 3 karya biasa-biasa saja baru yang bagus, yang terjual jadi 4"

Tentu saja kalau bisa sih buat 7 buku bagus jadi sekalian bisa buat beberapa yang ga penting, macam Joanne Rowling. Sayangnya sih pikiran kreatif tidak selalu bisa berjalan.

Terus, bagaimana kalau adanya cuma 1 ide hebat dan beberapa yang biasa-biasa? Lakukanlah seperti Brown! Jadinya kan sekalian bisa melatih ilmu tulis-menulis untuk mempersiapkan diri membuat satu karya besar itu, atau malah *beberapa*.
Rin@Rin : 2008-02-03 14:47:25 UTC+0000
Sebenarnya hal ini pernah dibahas di buku pelajaran Bahasa Indonesia kelas III SMA dan selain itu bahkan pernah ku tulis antara lain di >>48, tapi karena kelihatannya banyak yang antara: tidak tahu, tidak peduli, atau bahkan memilih tidak mengikuti, maka mungkin ada baiknya kutulis saja di sini, toh selain itu ada permintaan juga.


Perhatikan kalimat2 berikut:
1. Rumah ini mau dijual.
2. Pencuri itu berhasil ditangkap polisi.

Berasa ada yang aneh? Harusnya sih tidak (karena kalau sudah berasa maka tidak ada gunanya ini ditulis). Di kalimat pertama, sebenarnya yang mau tentunya bukan rumahnya, tapi penggunaan "rumah ini mau" menandakan bahwa yang berkehendak adalah rumahnya, jadi bukankah itu aneh? Di kalimat kedua, sebenarnya yang mempunyai keberhasilan adalah polisinya, bukan pencurinya, tapi karena bentuknya seperti itu, seolah-olah pencurinya yang berhasil.

Waktu itu sih, saat pelajaran ini diberikan ke murid-murid banyak yang protes, alasannya karena "toh sudah biasa demikian". Ini keberatan jenis pertama, yang pada dasarnya adalah perdebatan antara *prescriptive vs descriptive grammar*, yaitu apakah suatu tata bahasa merupakan aturan yang harus ditaati atau hanyalah penjelasan cara orang memakainya, jadi tidak harus ditaati. Saya sendiri lebih cenderung ke yang *prescriptive* karena kalau aturan diubah seenaknya oleh masyarakat, berarti itu kan main hakim sendiri. Yang berhak mengubah aturan sebenarnya kan antara: masyarakat dengan suara bulat atau pihak berwenang. Karena kalau aturan itu diubah seenaknya, bagaimana cara orang lain tahu aturan mana yang berlaku? Agar aturan itu dapat ditaati oleh semua pihak, tentunya harus secara resmi diberlakukan.

Di tempat lain ada yang memberikan pandangan bahwa penggunaan kata "mau" itu bukanlah kata kerja, melainkan kata kerja pendamping (auxiliary verb) yang fungsinya adalah menandakan *aspect* dari kalimat itu. Entah aspect itu bahasa Indonesia apa, tapi secara praktis maksudnya secara khusus terhadap kata "mau" adalah bahwa mau itu menandakan masa depan yang artinya adalah "akan". Dalam kalimat seperti "dia sudah sekarat dan mau mati", pendapat ini bisa diterima, tapi dalam kalimat di atas ini tidak bisa diterima karena 2 alasan:
1. toh ada yang memang "mau", yaitu pemiliknya, jadi sepertinya ini gabungan dari: topicalisation + subject dropping + incorrect correction. Maksudnya adalah terjadi perubahan yang melalui 3 tahap, yaitu:
- mula2: "Saya mau menjual rumah ini"
- topicalisation: "Rumah ini saya mau jual" (imbuhan me- lesap)
- subject dropping: "Rumah ini mau jual"
- karena bentuk tadi ada obyek dan kata kerja, maka obyek dijadikan subyek dan bentuknya dijadikan pasif, jadinya: "Rumah ini mau dijual"
2. orang biasanya bisa menyatakan masa depan itu kalau bukan karena "biasanya terjadi demikian" berarti "karena memang direncanakan". Kalau kita mau berpendapatan bahwa "mau" menandakan masa depan, berarti harusnya karena biasanya demikian, tapi tentunya hal ini tidak berlaku di sini, jadi balik lagi ke "rencana/kehendak", dan itu sudah dijabarkan di atas.

Selain segala yang di atas, yang saya tidak setuju ada satu lagi, yaitu: kalaupun kita anggap bahkan satu saja dari kedua pendapat di atas adalah benar, yaitu bahwa: "toh semua begitu" atau "mau di sini tidak menyatakan kehendak, tapi masa depan", berarti kita menghadapai masalah *ketidakpastian arti*, ambiguitas. Misalnya kalimat tadi: "Pencuri itu berhasil ditangkap polisi," lalu kita anggap bahwa yang berhasil itu polisi karena tidak wajar bahwa yang ditangkap itulah yang berhasil, lalu kalau mau menyatakan bahwa yang ditangkap itu memang *berhasil* karena dia memang berrencana untuk ditangkap? Mungkin aneh tapi di cerita tentang mata-mata itu sangatlah mungkin (atau misalnya di *Prison Break*, tapi karena saya tidak menontonnya jadi kurang tahu). Lalu kalau orang mengatakan: "Saya mau dihukum," maka seturut dengan aturan umum (yang saya tidak suka) ini biasanya maksudnya bahwa ada yang mau menghukum dia (atau dia akan menjalani hukuman), padahal secara harafiah kan artinya bahwa dia berkehendak untuk dihukum, lalu bagaimana kalau misalnya dia memang demikian? Misalnya dia insyaf jadi memilih untuk dihukum, seperti para peri rumah di cerita Harry Potter, atau mungkin memang punya kelainan....
Rin@Rin : 2008-02-07 08:27:28 UTC+0000
diacu: >>[yuku/925]
Terjemahan bahasa Jepang dari suatu lagu terkenal:

*雲上の国*

君の顔の影で
昔から探してた
愛と命を
見つけた

僕に来てくれて
純情な心を贈った
自分の中の願望を
いつもに習ってみる

演じてくれた
雲上の国の曲を
お城が平和である国
そして今あそこへ乗せている

君の心には愛の言葉がいっぱいある
悲しみにも喜びにもはっきり現れる
Rin@Rin : 2008-02-07 08:28:19 UTC+0000
Yang ini bahasa Inggrisnya:

*A Land on the Clouds*

In the shade of your face
I have found love and life
That for long have I been looking for
In the time long gone

You came to me
and offered me such a naïve heart
always trying to learn
the desire in the self

You performed for me
A song about a land on the clouds
Where peace become its castle
And now you are taking me there

And lo! Your heart is full words of love
That are clearly revealed both in joy and sadness
Rin@Rin : 2008-02-13 08:42:57 UTC+0000
diacu: >>79
Iseng:
Þis is þe way Engliʃ ʃould be written!
1peH@Rin : 2008-02-14 09:47:36 UTC+0000
diacu: >>80
>>78
Wah pakai bahasa kuno yah!

 

Kau akan ngepos secara anonim! Boleh2 aja sih, bahkan tulis nama dan sembarang paswod pun boleh. Tapi kalo mau daftar, klik daftar

Nama Pwd gp jsp (satu bilan)+(tuju tiga)= +img +coret

 

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|