>>128
Aku tulis panjang lebar, kamu jadikan cuma "1 peristiwa". 1 peristiwa yang cuma punya 1 masalah dan 1 peristiwa yang punya 1000 masalah bobotnya beda, jadi kata "1 peristiwa" tidak bisa jadi patokan apa2.
Dan kadang jawaban untuk sebuah pertanyaan cukup untuk menjelaskan orang tersebut, contohnya pertanyaan standar di wawancara, "Jelaskan tentang dirimu!" Tapi yang ini sebenarnya peristiwa lain, yang tidak (belum) kuceritakan di sini.
Aku mau ngomong ke si Billy, tapi orangnya sudah keburu melarikan diri ke Jerman. Waktu itu dengar sudah balik, tapi ternyata cuma sebentar lalu kabur lagi ke Jerman. Lagian aku udah beberapa kali bilang untuk sampaikan atau tanyakan saja langsung ke si Billy, karena aku tidak bisa bertemu. Di situs aku tidak bilang begitu, tapi toh yuku sudah mengirim ke milis, dan memang sudah menebak entah dia atau orang lain akan mengirim juga, jadi ya aku tidak ngomong di belakang.
Dan aku kan sudah berargumen di depan dia, tapi baru ngomong 1 kata langsung dibungkam. Mungkin warisan cara orde baru: kalau ada orang ngomong benar tapi ga mau ketahuan salah langsung bungkam.
Ko kamu jadi ngomongin soal "presiden" sih? Aku kan mulai dari "Yesus". Kalau tidak berniat jawab yang itu jangan ngomong soal gelar Presiden dong. Idealnya jawab sesuai urutan permasalahan, dari "Yesus", ke "SBY", baru ke "Presiden", karena itu urutan pentingnya. Yah boleh saja sih jawab yang ga penting dulu baru lanjut ke yang lebih susah, tapi ini kan engga....
Tapi ko kamu sombong sekali sih memaksa harus pakai gelar? Padahal Yesus sudah mengajarkan untuk merendahkan diri.
Yah mungkin memang tidak cocok di Indonesia, tapi memangnya harus mengikuti cara Indonesia? Memangnya harus pakai cara dunia? Karena Yesus komunis, dan aku pengikut Yesus, maka aku juga pakai cara komunis. Mungkin lain kali aku pakainya "Comrade Tong" dan "Comrade Kristanto" aja kali ya....
Dan juga sebenarnya kamu ngomongin soal "sopan" tapi sebenarnya munafik juga, ya, karena kamu pakai kata "dia".
Udah gitu menulis nama orang pakai huruf kecil, lagi.
Selain itu kamu juga menyebut "Stephen" dan "Billy" tanpa gelar. Mungkin memang maksudnya membalikkan kata orang dengan mengutip, tapi tidak ada tanda "[sic]" di sana.
>>129
Kamu mulai makin ngelantur, ya? Bagaimana caranya 4 tahun = saat itu juga?
Sebenarnya berapa pun jumlah orangnya ya harus dijawab, bisa jawaban khusus seperti:
"Kamu ada waktu kapan?"
"Kamu kirim email deh, biar saya ingat"
Bisa juga jawaban umum yang menyatakan bahwa dia sibuk, atau undangan bagi yang benar2 butuh untuk datang ke rumah atau kantornya.
Dan sebenarnya akibat dari kejadian itu dan beberapa lainnya aku jadi bertekad tidak akan belajar sesuatu yang berhubungan dengan "musik rohani" atau "musik Kristen" atau semacamnya. Prinsipku "hidup berintegritas", jadi tidak ada yang namanya musik sekular. Jadi justru karena Billy-lah aku tidak mau belajar yang demikian. Dan kelihatannya dia tidak peduli, jadi mendatangkan tanda tanya seberapa pedulinya dia akan masalah itu. Kalau memang peduli, bawalah si Billy kemari, atau mungkin si Tong sekalian.
Sebagai orang beriman aku percaya pada prinsip "menutup pintu, membuka jendela", entah jendelanya apa, tapi yang jelas pintu "belajar musik gereja" sekarang tertutup.
Kulihat kamu makin ngelantur, karena aku yang saat itu cuma bertanya satu hal kecil, jadi kan pantas disebut sebagai "yang kurang2".