Kopasan dari sumber lain. Hak cipta (kalau ada) milik sumber

No 7-8 Semua (balik urutan) |

arsip@arsip : 2008-02-02 11:48:01 UTC+0000
diacu: >>8
Genit Inggris-Inggrisan (3)
Kolom L. Murbandodno, HS, 07 Juli 2005
Lanjutan >>6. http://www.ranesi.nl/tema/budaya/genit_genitan_kolommung050707

Pada kolom bagian lalu dijanjikan ihwal upaya menyusun secara lebih teratur menurut abjad kosakata-kosakata genit Inggris-Inggrisan. Janji ini belum bisa dtepati kali ini. Kita perhatikan lebih dulu tanggapan salah seorang pengunjung situs Ranesi.

*Tanggapan pengunjung situs*
Tanggapannya: kata 'dapat diperdebatkan' akan lebih tepat sebagai terjemahan dari debatable. Kata 'debat' itu sudah meng-Indonesia kok, seperti misalnya dalam ungkapan 'debat kusir'. Terlebih lagi, kata 'bertengkar' tidak sama dengan 'berdebat', bukan?

Tanggapan itu benar dan baik. Ya, debat memang tidak sama dengan tengkar. Lalu, apa padanan Nusantaranya yang paling tepat untuk kata "debat"? Rembug? Adu-kata? Gumul-pendapat? Memang, tidak mudah. Justru kosakata sejenis "debat" dan semacam itulah yang akan menjadi PR jangka panjang bahasa Indonesia urusan kosakata Nusantara. Dalam rangka (istilah gagahnya adalah "konteks") ini, mungkin masih sulit untuk "menusantarakan" kosakata-kosakata semisal: diskusi, politik, demokrasi, pers, media, jurnalisme, radio, televisi, film, ekonomi, nasional, frustrasi, bank, teknik, mekanisme, stasiun, bus, taksi, faktor, dan kata-kata lain sejenis yang bisa buanyaak sekali.

Namun, sekali lagi, wacana perkara genit Inggris-Ingrisan ini tidak bermaksud berurusan dengan "pemurnian" bahasa. Sebab, apakah mungkin? Tidak ada bahasa di dunia ini yang seratus persen suci murni. Apalagi bahasa Indonesia kita yang tercinta. "Ketidakmurnian"-nya habis-habisan dalam hal menelan dan memamahbiak unsur-unsur asing.

*Sudah rusak*
Jadi, soalnya lebih berurusan dengan ketidakwajaran dalam berbahasa Indonesia. Genit Inggris-Inggrisan di bidang perkabaran dan penerangan di Indonesia sudah mencapai taraf gila-gilaan. Sudah bukan taraf perbuatan anak manja atau remaja ingusan lagi. Genit Inggris-Inggrisan dan kebanggaan berasing-asing ria secara berlebihan dalam berbahasa Indonesia yang tanpa guna itu, sudah amat mengerikan. Ibarat bahasa Indonesia itu kulit peragawati nan cantik, maka kulit tersebut sudah penuh dengan panu dan kudis. Jadi, sungguh-sungguh menimbulkan rasa iba. Kasihan sekali.

Hal yang menimbulkan rasa iba nan kasihan sekali itu, contohnya bisa kita saksikan dalam tulisan seorang terpelajar di sebuah koran ibukota. Hampir di setiap paragrafnya bisa kita temukan panu dan kudis tersebut, misalnya: negosiasi, money politic, kondisi, sentralistik, direct democracy, kolusi, money politic, konsesi-konsesi, konsolidasi, momentum, strategis, eksistensi , agenda, kongres, fenomena, elitis, sentralistis, kolektif, intensif, konteks, relasi, personifikasi, krusial, eksekutif, legitimator, kontrol, aspirasi, kader, berpotensi, aktif, eksekutif, produktif, relasi, kategori, antagonis, posisi, kontrol, hegemonik, stempel, akomodasionis, kondisi, "karismanya", oligarki, demokrasi, politik, konkret, proses, demokrasi lokal, barometer, elitisme, sentralisme, proses, civil society, potensi, partisipasi, dimobilisasi, emosi, psikologis, prosesi, demokrasi, elektoral, sosial, strategis, desentralisasi, aspirasi, kaderisasi, simpatisan, sosialisasi, aksi-aksi, dan eksistensi.

*Apa alasannya?*
Mengapa kosakata-kosakata di atas ibarat panu dan kudis yang menimbulkan rasa iba? Sebab semua kata tersebut, bisa dengan mudah ditemukan kosakata Nusantaranya dengan cukup mudah, tanpa mengurangi pesan yang mau disampaikan. (Akan diberikan dalam penyusunan menurut abjad kosakata Nusantara di bagian lain catatan kecil ini.)

Soalnya, mengapa? Buat apa mengembangbiakkan kegemaran memalukan yang menyebarkan panu-panu dan kudis-kudis itu? Mungkin bukan sekedar karena bahasa Inggris dianggap lebih hebat katimbang bahasa Indonesia, melainkan karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang sopan dan irit. Maka, tidak tega membuang kosakata-kosakata asing. Ini kemungkinan pertama.

Kedua, bangsa Indonesia adalah bangsa merdeka. Karena itu, kita merdeka memperlakukan bahasa kita dan bahasa asing sesuka hati. Mengapa tidak boleh mencampuraduk mereka menjadi bahasa gado-gado?

Ketiga, dugaan bahwa dengan bahasa gado-gado itu bahasa Indonesia akan tampil lebih indah, lebih meyakinkan, dan lebih beradab.

Namun, untunglah. Apanya yang untung? Silakan ikuti bagian mendatang genit Inggris-Inggrisan ini.
arsip@arsip : 2008-02-02 11:49:33 UTC+0000
Genit Inggris-Inggrisan (4)
Kolom L. Murbandono HS, 14 Juli 2005
Lanjutan >>7. http://www.ranesi.nl/tema/budaya/kolom_mung050714

Bagian lalu kolom ini memaparkan, genit Inggris-Inggrisan dalam berbahasa Indonesia sudah amat parah. Ibarat bahasa Indonesia itu kulit, maka genit Inggris-Inggrisan adalah penyebar panu dan kudis. Toh dikatakan, masih untung! Untungnya, genit Inggris-Inggrisan itu - sudah sedikit disinggung dalam bagian terdahulu juga - ternyata berkelas-kelas. Paling sedikit tiga kelas. Ada kelas ringan, kelas berat, dan kelas algojo alias kelas dasamuka. Tapi mohon jangan lupa, apapun kelasnya, semua kosakata Inggris dan berbau Inggris itu rata-rata ada kosakata Nusantaranya.

*Tiga kelas*
Kelas ringan adalah gemar menggunakan kata berakhiran si-si-si, is-is-is, if-if-if, tor-tor-tor, al-al-al, il-il-il, tas-tas-tas, dan sejenisnya. Yang masuk kelas ini adalah kaum yang takluk kepada falsafah gombal yang berbunyi "apa boleh buat sebab sudah telanjur meluas dan merajalela". Rumitnya, ini sejatinya kebingungan kelas gajah. Politik bahasa! Bahkan "kitab suci" bahasa Indonesia - Kamus Besar Bahasa Indonesia - itupun, memasukkan kosakata-kosakata sejenis itu sebagai lema.

Tergolong kelas berat adalah kosakata berbau Inggris atau Barat yang dahulu tidak ada atau belum terkenal. Lalu sekarang tiba-tiba ada. Ini bisa berupa kata utuh semisal "bias" dan "dispute" atau akhiran baru semisal "bel-bel" itu.

Kelas algojo dasamuka adalah kosakata Inggris yang digelundungkan begitu saja ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Bukan cuma satu atau dua kosakata, bahkan satu kalimat atau satu paragraf sekalian. Seolah-olah mereka itu sudah menjadi kosakata, kalimat, dan paragraf bahasa Indonesia. Genit macam inilah sejatinya yang membuat bahasa Indonesia kian lama kian amburadul, kian terbunuh, kian terbantai-bantai!

*Harus menderita*
Agaknya, bahasa Indonesia memang harus menderita sebab wajib belajar terus, atau binasa! Jalan salib penderitaan harus ia tempuh. Khususnya saat bergaul dengan aneka rupa kosakata asing. Agar sampai pada kebangkitan kebahasaan yang indah mulia.

Suatu masa ia pernah kikuk di hadapan kosakata Belanda, di kota-kota. Kosakata Arab sejak dahulu jaya di desa-desa dan kini makin meriah, percaya diri melewati jalan-jalan bebas hambatan dan memasuki gedung-gedung bertingkat. Kosakata India, saya kurang paham, di Bali mungkin bisa dirasakan. Kosakata Latin, ini suasana khusus di salah satu sudut di Ledalero, Kentungan, Pineleng, Abepura, Pematang Siantar dan sebangsanya - di seminari-seminari. Semuanya ini masih perlu uraian lebih luas, yang di luar kemampuan catatan kecil ini. Ia hanya mengupas kosakata Inggris atau berbau Inggris, dan terbatas mempersoalkan kegenitan Inggris-Inggrisan.

*Empat keinginan*
Meski mungkin membuat uring-uringan kaum "genit Inggris-Inggrisan", catatan kecil ini sejatinya bernyali amat kecil dan tidak mampu berbuat apa-apa. Sebab, pengikut kaum tersebut sudah telanjur amat kuat perkasa dan meluas di seluruh Indonesia. Kaum itu telah memenuhi desa-desa, kota-kota, toko-toko kelontong, kantor resmi, pemukiman kumuh dan apalagi pemukiman mewah, meja-meja persuratkabaran, sekolah-sekolah, universitas-universitas, dan tentu saja di semua gedung lembaga tinggi negara. Karena itu, catatan kecil ini cuma mampu mengusung empat keinginan.

Pertama, ingin berterus terang.

Kedua, ingin melontarkan tanggapan yang membangun.

Ketiga, ingin mengimbau, agar tiap manusia Indonesia yang dewasa tanpa pandang bulu lebih bersikap wajar dalam berbahasa Indonesia dan menghormati bahasa Indonesia.

Keempat, ingin memperkenalkan "iman" yang mengakui bahwa gemar menggunakan kosakata-kosakata asing secara tidak perlu di dalam berbahasa Indonesia adalah perbuatan tercela yang merusak bahasa Indonesia.

Ya, kolom ini masih punya utang. Masih harus melunasi janji menyusun contoh-contoh nyata kosakata Nusantara di hadapan kosakata genit Inggris-Inggrisan. Kami sajikan di bagian mendatang, sebagai penutup rangkaian urusan yang bersambung ini.

 

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|