entah

No 419-431 No 399-418 Semua (balik urutan) |

Rin@Rin : 2010-01-16 12:36:38 UTC+0000
diacu: >>420 >>429
Ada satu lagu menurutku sangat jelek. Tentu lagu jelek banyak tapi kali ini ku membahas lagu ini karena seingatku GRII menyanyikan lagu ini, padahal GRII *seharusnya* tidak akan menyanyikan lagu jelek. Maaf kalau ternyata GRII tidak menyanyikan lagu ini atau memang menyanyikan tapi juga sudah mengritik.

Lagunya secara keseluruhan setelah bagian yang hanya pengulangan dibuang, berbunyi kira-kira begini:

Hadirkah kau waktu Tuhan disalib?
Oh, itu membuatku gentar.


Alasan jeleknya adalah:
1. *Lagunya hanya pengulangan 2 kalimat tersebut.*
Diulang seperti mantra. Lagu karismatik banyak yang begitu tapi GRII setahuku mengritik lagu seperti itu. Pengulangan bisa bagus kalau itu jadi penekanan, tapi...

2. *Lagunya sangat tidak jelas.*
Ga jelas pisan! Si penanya mengharapkan jawaban apa? Ya? Tidak? Atau ini tipe "pertanyaan tuduhan" karena penanya tahu bahwa yang terjadi adalah A saat yang diharapkan adalah B? Tentu secara harafiah pasti tidak ada karena belum lahir, jadi apakah maksudnya misalkan ada? Setelah mendengar pertanyaan itu beberapa kali (2x kalau tidak salah), maka ku mengharapkan ada penjelasan, tapi yang ada cuma bilang itu membuat gentar dan diakhiri dengan pertanyaan yang sama.
yuku@Rin : 2010-01-16 16:33:51 UTC+0000
diacu: >>421
>>419
Tampaknya yang mu maksud
http://www.oremus.org/hymnal/w/w203.html
yah
Rin@Rin : 2010-01-18 06:36:11 UTC+0000
>>420
Tampaknya demikian.
david robertino(M8vIw6TWTufS)@Rin : 2011-04-12 13:29:27 UTC+0000
diacu: >>430
>>419

Tentu kita semua setuju kalau pada dasarnya setiap lagu, tidak ubahnya sarana bagi kita
agar boleh memberikan apresiasi/memberikan pujian. Demikian halnya dengan lagu ter-
sebut, dengan iman kita pun sekiranya boleh memiliki respon yang tepat dihadapan Allah,
manusia, dan lingkungan dimana kita hidup.

Memang untuk benar, lagu Hadirkah kau waktu Tuhan disalib? terkesan mengulang-ulang ka-
limat yang itu-itu saja. Dalam hal ini, marilah penilaian kita juga diarahkan pada kelemahan
dan keterbatasan si penulis lagu. Kita berusaha memahami konteks hidup Sang penulis-
pencipta pujian. Barangkali dia ingin menyatakan suatu kesungguhan hati menanggapi peris-
tiwa penyalibpan Yesus Kristus. Bukan tidak mungkin dari syair yangs sederhana itu, dapat
membawa kita pada suatu kekusyuk-kan ibadah/relasi kita dengan Tuhan sendiri. Tapi bukan
berarti juga setiap orang boleh suka-suka membuat lagu, dalam arti tetap ada standing point
yang boleh dipergunakan. Dari yang saya pribadi ketahui mengenai musik, ada suatu prinsip
sederhana yang seringkali dilupakan orang, bahwa musik yang baik tidak terlepas dari pema-
haman Alkitab yang benar juga. Dan bila kita bicara mengenai kebenaran, tentu sejatinya
adalah kembali pada kebenaran Alkitab itu sendiri. Dimana Allah lah yang menyatakan ke-
benaran, Dia sendiri lah Kebenaran itu (bandingkan pada Injil Yohanes pasal 1). Berpusat-
kan pada Allah yang dalam segala rencana kedaulatanNya yang maha kudus dan mulia, me-
nyatakan diriNya kepada para rasul dan para nabi. Kemudian diteruskan kepada Bapak-
Bapak Gereja, para theolog, tua-tua, diaken, majelis, pendeta, majelis, pengurus, musi-
kus, serta jemaat sekalian.

Barangkali timbul pertanyaan, bukankah diantara umat kepunyaan Allah, kita juga melihat
ada yang palsu dan sejati? Bagaimana kita dapat mengklaimnyas sebagai kebenaran? Demi-
kian adanya, tertulis gandum dan lalang diizinkan tumbuh bersama. Jangan lupa, diantara
para murid Tuhan, juga ada Yudas Iskariot. Allah sedemikian begitu panjang sabarnya, ter-
masuk pada mereka yang menentangNya dan memang Alkitab mengajarkan kepada kita
kalau Allah mengenal milik kepunyaanNya dan milik kepunyaanNya juga mengenal Dia.
Didalam kedaulatanNya, Ia telah memilih dan memanggil gerejaNya yang sejatinya gereja.
Maka terhadap segala penyesatan, berkenan dengan penyelewengan prinsip, maupun
penyalah-gunaan otoritas, bakat-karunia, kreativitas, dan lain-lain. Pertama, fakta ini
semestinya membuat kita gentar. Tidak kah anugerahNya sedemikian besarnya. Kedua,
panggilan gereja Tuhan adalah bukan untuk membuktikan kebenaran atau membela kebe-
naran. Tapi panggilan kita adalah untuk menyatakan kebenaran. Saat kita menyatakan ke-
benaran, maka didalam kedaulatan Allah, Ia mengizinkan juga ketidakbeneran ternyata-
kan. Secara pribadi sangat mengakui kesulitan untuk mengetahui kalau yang ada pada ki-
ta adalah benar. Ingatlah bahwa Allah adalah Sang Kebenaran dan ingatlah pekerjaan si-
jahat adalah sejatinya merintangngi rencana dan pekerjaanNya. Dan ingatlah ini bukan
perkara siapa yang menang atau siapa yang kalah. Semua ada dalam kedaulatan Allah.
Iniliah dunia Hu, Tuhan Raja Gereja yang menang. Terpujilah Allah. Suci, suci, suci.
Segala pujian dan kemuliaan patut diterimaNya, ketigaNya yang Esa. Dari kekal sampai
kekal Dialah Allah. Siapakah yang dapat dipersamakan dengan Dia? Seluruh makhluk su-
jud menyembah. Dia adalah Alfa dan Omega, yang awal dan yang akhir. Yang menjelma
kedunia, lahir, melayani, bahkan taat kepada kehendak Bapa sampai di kayu salib. Mati,
dan bangkit, dan naik ke sorga, dan akan kembali untuk menghakimi setiap orang yang
hidup dan mati. Di atas pengakuan inilah gereja sejatinya didirikan, di atas pengakuan
inilah iman kita boleh berdiri. Kita beroleh bagian didalam Dia, bukan saja mendapat
kebenaran, malahan mendapat pembenaran oleh hidup, kematian, dan kebangkitan Kris-
tus.

Dosa telah memisahkan manusia dari Allah. Tidaka ada dosa yang diizinkan berada di-
hadiratNya. Dan dalam segala geramNya, murkaNya meyala-nyala terhadap dosa. Upah
dosa adalah maut, disanalah terdapat ratap tangis dan kertak gigi untuk selama-lamanya.
Itulah kematian kekal, derita abadi. Dari Adam yang didaulat Allah sebagai wakilNya
didunia ini, dosa sedemikian meraja-rela memasukki setiap relung hidup manusia. Setiap
zaman serong, setiap angkatan melakukan apa yang tidak berkenan dihadapanNya. Sekali-
gus juga didalam kasih karuniaNya, Ia tetap menyatakan cinta-kasihNya kepada mereka
yang diinginkanNya. Ia memelihara mereka dan memberikan hak sebagai anak-anak terang
kepada mereka. Kendati demikian, dunia sedemikian keruh akan dosa. Modern berusaha
memutlak-kan rasio dalam mengerti sesuatu dan oleh postmo, pemutlak-kan tersebut di-
relatifkan. "Benar menurut siapa?", demikian ungkap postmo.

Mari sama-sama kita pikirkan lagi penilaian kita terhadap sesuatu. Mengingat ekses dari ilah
zaman sedemikian besarnya yang mana kalau mau jujur setiap kita tidak lebih dari anak-
zaman, dalam arti yang keseluruhan hidupnya sudah dicemari oleh kecenderungan zaman
yang pada umumnya konsisten mengacungkan tangannya kepada Allah. Penilaian terhadap
musik misalnya? mari sama-sama menjadikannya juga sebagai bagian cara pandang dan hi-
dup: sudahkah dengan sedalam-dalamnya mengerti esensi tanpa kehilangan praktek?
Sudahkah digelisahkan oleh dorongan untuk menyelidiki sampai setuntas-tuntasnya? Atau-
kah terlalu cepat melontarkan sesuatu dan mungkin hanya berkenaan dengan kenyamanan
diri?

Sah-sah saja berpendapat, itu benar adanya. Maka sah pula balik memberikan pendapat.
Masalahnya bukan boleh berpendapat atau tidak, atau boleh kasih komentar atau tidak.
Tapi komentar yang didasarkan pada apa? seperti apa? bagaimana menyatakan komentar
sebagaimana yang dikehendaki Allah? Jangan lupa kawan, Allah mengetahui segala kecen
derungan isi hatimu. Tidak ada motivasi yang sedemikian terselebungnya bagiNya. Bukan-
kah ini semestinya menjadi pagar bagi kita agar tidak sembarangan? termasuk juga diriku
aku pun cemas kalau-kalau yang ku tulis ini hanyalah menyenangkan manusia saja.

Hadirkah kau waktu Tuhan disalib?
Oh, itu membuatku gentar

SHALOM
GBU
nicolaus(6uLHm2GBili7)@Rin : 2011-04-12 13:33:12 UTC+0000
spam diacu: >>431
nicodemus(JmbikkMP67wv)@Rin : 2011-04-12 13:35:52 UTC+0000
spam

 

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|