1peH@
1peH
: 2008-05-09 04:52:37 UTC+0000
Saya mau bercerita perjalanan yang terjadi 3 hari lalu ke Pulau Bukom. Perjalanan ini diadakan oleh ASME untuk mengunjungi pengilangan minyak Shell di Pulau Bukom, sebuah pulau di sebelah Selatan Singapura. Beberapa waktu lalu (sudah cukup lama) di dekat kantin A ada sebuah gerai pendaftaran bagi siapapun yang ingin ikut serta. Dan biaya pendaftaran akan dikembalikan pada hari pelaksanaan dengan menunjukkan kuitansi pembayaran.
Alkisah, di hari yang cerah dan akan tetap cerah, saya meluncur dengan tergesa-gesa ke LT2, tempat bus akan mengangkut rombongan ke tempat tujuan, karena waktu telah sedemikian mendesak. Ternyata ketika sampai di tempat tujuan, suasana masih lengang, belum banyak yang tiba. Selewat lebih setengah jam, ketika semua peserta datang dan bus telah tiba, rombongan pun berangkatlah. Dari daftar nama yang ada kulihat sekilas ternyata saya adalah satu-satunya orang Indonesia yang ikut serta. Orang SPR yang terdaftar pun dari namanya tak nampak dari Indonesia. Sebagian besar peserta adalah perempuan, barangkali bisa mencapai 70%.
Dan bus tiba di Pasir Panjang Ferry Terminal dalam sekitar setengah jam. Tempatnya tak jauh dari bakal stasiun MRT Pasir Panjang jalur kuning. Dari luar terlihat banyak truk-truk dan kendaraan angkut lainnya, tak nampak tanda-tanda ada orang yang khusus datang untuk naik feri. Ternyata di dalam ada tempat parkir yang cukup luas untuk kendaraan pribadi. Lalu setelah menunggu, feri pun berangkatlah. Kapalnya cukup besar dan nyaman, bukan kapal kelas teri, lebih lebar dari pesawat terbang berbadan lebar. Perjalanan tak sampai 15 menit. Sesampai di sana diberitahu bahwa tak boleh mengambil gambar dengan tustel dan telepon genggam pun harus dimatikan.
Ternyata satu pulau ini hanya diperuntukkan pengilangan minyak Shell, tak ada yang lain. Ada juga jalan raya, tak beda dengan jalan di pulau utama Singapura, hanya lebih kecil. Dan rupanya para pekerja biasanya pulang-pergi setiap hari ke tempat kerja dengan naik feri. Pulau ini sudah digunakan cukup lama, sejak tahun 1891. Pulau ini telah meluas beberapa kali lipat dari luas semula dan ada rencana untuk reklamasi lagi kelak.
Setelah penjelasan dari video dan presentasi dari salah satu pekerja, lalu diberi waktu rihat sejenak sembari menikmati kudapan. Dan saya berkeliling melihat-lihat, ternyata ada tempat untuk bermain boling (bola gelinding), gimnasium, kolam renang menghadap laut, ruang teater, dan tempat tinggal untuk orang2 yang karena suatu hal harus menginap di pulau.
Rombongan menaiki bus mengelilingi pulau. Di sepanjang jalan terlihat pemandangan yang tak pernah kulihat sebelumnya. Ada banyak tangki-tangki raksasa berdiameter bervariasi antara 5 - 20 meter lebih dengan tinggi bisa mencapai 12 meter dan pipa-pipa berseliweran. Bila di tempat normal di pinggir jalan ada gedung-gedung, di sini seringkali yang membatasi jalan adalah pipa-pipa. Terkadang pipa itu mencuat begitu saja, menyeberangi di atas jalan mirip jembatan penyeberangan. Terkadang pipa berada di bawah jalan ketika jalan melewati jembatan yang berada di atas 'sungai' pipa. Ada tempat di mana kumpulan pipa membentuk 'hutan' yang lebat setinggi 10 meter dan cukup padat sehingga tak nampak apa yang ada di baliknya. Di sana-sini mencuat pula batang-batang raksasa cerobong asap lebih tinggi dari pohon kelapa tertinggi, setinggi menara pemancar, mencapai lebih dari 30 meter. Dari sela-sela pipa terlihat kota Singapura dari kejauhan, nampak tak begitu jauh. Terlihat pula kuningnya bubuk belerang menggunung di dalam salah satu tempat penyimpanan. Saya melihat ada sedan keluaran lama, yang membuatku tersadar bahwa ternyata ada juga yang masih memakai mobil lama di negeri Singa ini.
Lalu terpecahlah rombongan menjadi 2 bagian, rombonganku masuk ke dalam ruang pengontrol. Pandangan pertama mengingatkanku pada mesin permainan di mall, hanya saja yang terlihat di layar monitor bukanlah gambar kartun/perlombaan/permainan bola-bola dsb, melainkan diagram-diagram, pengawas kebakaran, dan gambar dari kamera pengawas. Seorang tinggi besar sekitar 180 cm, bersorban dan berjenggot putih menjelaskan bagian-bagian di ruang kontrol tersebut. Sepatu harus ditanggalkan dahulu atau berganti sepatu supaya tak mengotori lantai, mengingat sepatu yang telah berkelana di luar ada kemungkinan telah tercemar dengan bahan kimia. Setiap pekerja mengenakan sebuah benda berwarna kuning seukuran ponsel kecil di dada dekat bahu, yang ternyata adalah alat untuk mendeteksi H2S di udara dan memperingatkan pekerja bila konsentrasi H2S telah melewati ambang batas.
Tak terasa waktu telah berakhir, sembari menunggu bus, saya melihat ada sebentuk benda sebesar kira2 1mx1mx1m yang dipagari. Ternyata itu adalah transformer untuk 6600 V. Terlihat pula bus pendek sekitar 7 meter panjangnya yang jarang kulihat yang mengangkut pekerja. Setelah bus datang, perjalanan kembali pun mulailah. Perjalanan kembali terasa lebih cepat dari keberangkatan. Feri menyeberangi selat hanya dalam 6-7 menit. Feri nampak penuh oleh pekerja yang pulang ke rumahnya. Feri nampak miring dengan haluan yang lebih tinggi. Barangkali bagian buritan feri lebih berat daripada haluannya. Sesampai di feri terminal, langsung nampak bus penjemput dan banyak orang memasukinya. tapi ternyata itu bukan rombonganku. Maka saya berhenti berjalan. Setelah semua terkumpul dan berfoto bersama, pulanglah semuanya. Ada yang minta berhenti di halte bus, ada yang berhenti di NTU, tepatnya di kantin A.