1 kuroneko@kuroneko : 2016-07-20 17:29:50 : 1820 Aku suka film. Dulu film bagiku hanya sekedar hiburan. Aku menyukainnya hanya karena ia menyenangkan hati. Sekarang bagiku film itu kaya sebuah jendela. Dari tempatku berada aku bisa melihat dunia di luar. Aku bisa memantau kehidupan manusia, bahkan membaca pikiran-pikiran mereka. Sayangnya dari beratus-ratus film yang aku tonton, hanya beberapa saja yang aku ingat film itu bercerita apa. Kalau itu film-film ga penting sih ga masalah, tapi kalau itu film-film yang baik? Seringkali aku cuma bisa bilang ke orang lain film ini bagus atau film ini jelek tanpa bicara banyak tentang opiniku sendiri karena aku sudah lupa (atau I just don't care). Aku bisa sangat terganggu dengan cara pandang suatu film tapi setelah hari demi hari berlalu yang tersisa hanya perasaan saja. Aku masih ingat emosinya tapi aku lupa dengan isi dan pesan yang pernah kutangkap. Karena itu aku ingin menulis di sini, tempat yang sepi dan tenang untuk menyimpan beberapa memori berkesan yang tidak ingin dilupakan dari apa yang kulihat. Alasan lain karena aku ga punya teman yang asik diajak diskusi soal film. Dan bagi beberapa teman, taste filmku terlalu aneh. Aku lebih suka baca review2 di internet. Rasanya seperti nontong bareng rame2 kemudian mendengar pendapat dari banyak orang dari berbagai negara. Kalau aku tidak begitu mengerti maksud film itu apa saat menonton, aku bisa "mendengar" pendapat mereka. Film memang subjektif. Sepertinya sejauh mana pengalaman dan pengertianmu di dunia, sejauh itulah kamu bisa mengerti maksud film tersebut, sekaligus merasakan emosi yang mendalam. Jujur, pengetahuanku sangat terbatas, maka apa yang kutulis ga akan rumit2. Hanya review2 sederhana, yang mungkin sangat sehari-hari, dan mungkin juga ga sesuai dengan apa yang pembuatnya sendiri pikirkan. Film memang subjektif. 2 kuroneko@kuroneko : 2016-07-21 17:44:25 : 1730 >>1 Ralat deh. Aku akan coba melihat suatu film dengan lebih objektif. Baru-baru ini, temenku ada yang minta copy beberapa film drku. Ceritanya dia suka banget sm film terakhir yang kurekomen buat ditonton. Akhirnya dia copy tuh beberapa film dr HD. Salah satunya film A. Film A ini memang kl dilihat trailernya sangat menarik, bukan krn cerita tapi krn teknik pembuatannya. Cuma setelah nonton, aku sendiri tidak gitu suka, tapi menurutku dari segi tema film itu cukup menarik, dan keseluruhan aku masih bisa bilang film itu okay (meskipun aku ga gitu suka). Selang beberapa hari, temenku itupun komen, intinya "Itu filmnya kok tyt jelek ya, aneh, ga ngerti". Aku pun komen, "ya memang aneh sih, tapi aku ga bisa bilang jelek sih soalnya begini begini, dan sebenernya tentang ini dan ini". Lalu dia bilang, "hah masa sih, aku ga nyadar lo, soalnya udah terlanjur ga suka. Jadi biarpun penasaran, nontonnya udah ga enak." Yup, kelewatan karena udah ga suka duluan dengan suasana dan keanehannya. Sayang juga sih kl terlewat. Selera memang subjektif. Bisa ngerasain emosi atau ga juga subjektif. Relatable dengan pengalaman diri atau ga juga subjektif. Memberi skor bintang2 pada suatu film itu subjektif. Orang yang pernah merasakan kehilangan akan jauh lebih sedih waktu nonton film bertema kehilangan ketimbang mereka yang ga pernah merasakan kehilangan. Tapi tiap film serandom apapun kisahnya mesti ada nilai atau pesan yang mau disampein si pembuat, sekecil dan sesederhana apapun itu. Dan itu sepertinya memang harus dilihat dgn objektif dulu. Setuju atau ga setuju dengan nilai atau pesan tsb itu urusan akhir, harusnya jangan keburu negatif dulu. Bukankah kita sedang melihat sebuah kisah dari sebuah jendela? 3 kuroneko@kuroneko : 2016-07-23 09:31:07 : 6171 *Brooklyn (2015)* img/144 Directed by John Crowley Written by Nick Hornby, Colm Tóibín Genre: romance, drama *"Homesickness is like most sicknesses. It'll make you feel wretched and then it'll move on to somebody else."* Bersetting di tahun 1950-an, *Brooklyn* menceritakan tentang Eilis Lacey, seorang gadis Irlandia yang merantau ke Amerika, tepatnya di Brooklyn, New York. Tapi, kisah dalam film ini bukanlah sekedar kisah tentang adaptasi Eilis di kota baru. Lebih dari itu, Brooklyn sepertinya mau memberikan gambaran nyata yang mungkin juga dihadapi oleh kita-kita yang merantau di negara asing ataupun kota lain. Ketika kamu mulai merasa betah di tempat baru, kemudian kamu ada dalam situasi dimana kamu harus memilih antara kota baru dan kampung halamanmu, manakah yang akan kamu pilih? Dimanakah "rumah"mu saat ini? Eilis Lacey datang ke Brooklyn dengan harapan akan menemukan kesempatan-kesempatan yang menurutnya tidak akan ia temui di kota kelahirannya. Berasal dari kota kecil, tentu tidak gampang baginya beradaptasi. Segera setelah mulai bekerja, ia langsung merasa homesick, minder, dan ingin pulang. "I want to be an Irish girl in Ireland". Tapi kerinduan itu tak bertahan selama yang ia kira. Semua berubah sejak ia bertemu Tony, pria sederhana asal Italia, yang membangkitkan sesuatu dalam dirinya, rasa percaya diri. Itulah yang membuat Eilis mulai "bersinar", baik dalam pergaulannya maupun dalam pekerjaaannya. Ia mulai betah dan ada rasa "excited" yang tak ia dapat saat ia masih di Irlandia. Singkatnya ia mulai mendapatkan hidup yang ia inginkan di Brooklyn. Di tengah kenyamanan inilah, Eilis ditempatkan pada 2 pilihan, Irlandia atau New York? Mendadak ia mendapat kabar bahwa Rose, kakaknya yang ia cintai meninggal dunia dan ibunya sekarang tinggal sendirian di Irlandia. Jika ia tetap di New York, tentu ia ga tega mengingat ibunya. Jika ia pulang ke Irlandia, bagaimana dengan Tony? Bagaimana dengan kehidupan barunya yang mulai cemerlang di New York? Tanpa memilih, Eilis mengambil jalan tengah, pulang selama 1 bulanan untuk menemani ibunya yang masih sedih, lalu kembali ke New York. Di tengah kekuatiran akan kehilangan Eilis, Tony mengajukan satu syarat sebelum Eilis pergi: mereka harus menikah dulu, dan orang lain tidak perlu tahu. Well, cukup aneh memang, karena rasanya tidak salah kl keluarga mereka tau. Apa yang akan terjadi setelah Eilis pulang ke kampung halamannya? Mengejutkan bagi Eilis, satu demi satu hal yang ia miliki di New York mulai datang padanya di kampung halamannya, baik itu pekerjaan, pria yang tertarik padanya, dan segala pengalaman fun yang membuatnya mulai melupakan New York. Kita bisa melihat bahwa ternyata kesempatan-kesempatan yang ia pikir tidak ada di kampungnya itu ternyata ADA. Apakah kota kecil itu sudah berubah? Tidak. Yang berubah adalah Eilis. Pengalaman yang ia alami di Brooklyn telah merubahnya menjadi orang yang berbeda. Rasa rindu akan Brooklyn pun mulai menghilang. Ia mulai malas membaca surat dari suaminya karena ia tak tahu harus menulis balasan apa. Tadinya ia pikir hanya ibunyalah yang akan menahan dia pergi, padahal ternyata dirinya sendiri mulai merasa terlalu nyaman tinggal di sana, dan terlalu nyaman bersama dengan Jim, pria baru dalam hidupnya. Ia mulai kompromi. Daripada mengaku kalau ia sudah menikah dan bicara dengan ibunya untuk mencari jalan keluar terbaik, ia lebih suka mengulur-ulur waktu dan menikmati hari-harinya di sana, dekat dengan Jim dan menjalani profesi yang memang ia inginkan. Ia seperti lupa bahwa ia sudah punya suami. Apa yang membuatnya akhirnya kembali pada Tony? Sadly, Eilis tidak kembali karena kesadaran diri sendiri, dan bukan juga setelah ia menerima hukuman dari ketidakjujurannya. Setelah Miss Kelly, orang yang paling tidak dia sukai, tahu akan pernikahannya, Ia ingat apa yang tak ia sukai kota kelahirannya itu. Tanpa pikir panjang ia langsung kembali ke Brooklyn, kembali kepada Tony. Di akhir kisah, bagi Eilis, tempat dimana orang yang hanya miliknya, yang tidak ada hubungan dengan masa lalunya berada, disanalah rumahnya akhirnya berada. Gosip di kota kecil memang serem. Aku ingat cerita seorang teman yang lahir di kota kecil, bagaimana setiap orang kenal dengan setiap orang yang ada di kota itu. Maka tidak heran, kesalahan kecil yang kamu lakukan pun bisa diketahui oleh seiisi kota. Itulah yang membuat Eilis melarikan diri. Setidaknya itu yang aku tangkap, dia tidak berani face to face dengan apa yang jadi konsekuensi dari perbuatannya. Jika cerita ini terus berlanjut, aku yakin dia akan terlalu malu untuk kembali ke Irlandia. Aku kasihan dengan ibunya (dan juga dengan Jim), bayangkan betapa sakit hati perasaannya saat Eilis mengaku dengan singkatnya, dan langsung pergi keesokan harinya. Kasihan juga Tony, he's clueless. Sejujurnya aku geram dengan tokoh Eilis di film ini, tapi ga bisa menyangkal juga kalau merantau memang cenderung membuat orang lupa akan banyak hal. Ketika merantau kita seperti punya dua tempat tinggal. Kita belajar banyak hal di kota baru, menemukan banyak hal, memiliki banyak hal, sanking asiknya kita bisa lupa kalau kita masih punya keluarga dan relasi lainnya di kota kelahiran kita. Atau sebaliknya, untuk kasus Eilis, ia sudah punya suami di kota baru tapi ia lupa akan suaminya ketika ia kembali ke kampung halamannya. Dua tempat tinggal berarti mudah bagi kita juga untuk melarikan diri jika terjadi sesuatu yang tak kita sukai di salah satu tempat. Selain itu, film ini juga menunjukkan bahwa kesuksesan itu bukan masalah dimana kamu berada tapi bagaimana pembawaan dirimu sendiri. Daripada happy ending feeling, sebenarnya aku lebih setuju kalau ending dalam film ini dijadikan seperti tragedi. Sayangnya, Eilis somehow tetap disoroti sebagai protagonis dan yang menjadi antagonis adalah kota kelahirannya. Karena ia kembali pada suaminya bukan karena ia sadar akan kesalahannya sendiri, tapi lebih karena ia mau melarikan diri dari gosip kota kecil. Tetap film yang cukup bagus dari sisi akting dan produksi, tapi kesimpulan ceritanya yang "too good for Elise" sedikit menyebalkan. My rating: ★★★ 4 kuroneko@kuroneko : 2016-07-23 10:13:53 : 513 Peringatan jikalau ada orang yang menemukan page ini: Page ini akan penuh dengan SPOILER karena saya akan bahas filmnya disertai sinopsis garis besar cerita dari awal hingga ending. Btw, my personal rating system (biasanya saya kasih rating mostly based on overall enjoyment): ★★★★★ Personal Fav ★★★★½ Outstanding ★★★★ Excellent ★★★½ Very Good ★★★ Good, Okay ★★½ Not good not bad, watchable ★★ Nice try, but no ★½ Bad ★ Awful ½ Nooooooooooooo!